November 24, 2008

Tolak Militerisme di Papua

JAYAPURA-

Puluhan massa yang menamakan diri Koalisi Peduli HAM Papua menggelar aksi demo di DPR Papua, Senin (3/11) kemarin. Aspirasi yang diusung adalah menolak kehadiran militer di Papua, karena dianggap hanya membuat rakyat Papua tak tenang.

Para pendemo itu, tiba di Gedung DPR Papua sekitar pukul 11.35 WIT setelah sebelumnya berjalan kaki dari Taman Imbi. Mereka terdiri dari masyarakat, pemuda dan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Kota Jayapura. Tak seperti biasanya, mereka hanya datang dengan membawa satu spanduk yang bertuliskan Stop Praktek Militerisme di Papua, Buka Ruang Demokrasi di Papua. Selain itu tak ada lagi pamflet lain atau sejenisnya. Setibanya di Gedung DPRP, massa yang dipimpin Jeffri Tabuni dan Bukctar Tabuni itu, berlarian mengitari air mancur yang ada di tengah halaman Gedung DPRP sembari berteriak - teriak histeris, lalu berjajar sembari membentangkan spanduknya. Mereka lalu berdoa dan selanjutnya berorasi. Dalam orasinya, mereka meminta DPRP untuk membuka ruang demokrasi bagi orang Papua. Khususnya terkait dengan sikap TNI/Polri yang menyikapi aksi mereka pada aksinya tanggal 20 Oktober lalu.
Selain itu, kedatangan sejumlah pasukan TNI pekan lalu ke Jayapura rupanya membuat mereka bertanya - tanya, sehingga mereka ingin menanyakan langsung kepada dewan apakah itu memang kebijakan daerah atau bukan. "Kami datang ke sini untuk mempertanyakan kepada DPRP tentang kedatangan militer yang semakin hari semakin tak terbatas," kata Jeffri.
Untuk itu, ia meminta DPRP agar segera membuka ruang demokrasi dan hak berekspresi atau hak menyampaikan aspirasi bagi rakyat Papua. "Sekarang ini kami datang sedikit karena tanggal 16 Oktober lalu di blok oleh aparat TNI/Polri," katanya.
Kata Jeffri, kedatangan militer di Papua tidak membuat rakyat Papua tenang sebaliknya mereka bertanya-tanya resah. "Karena itu kami menyatakan menolak aparat militer masuk ke Papua," koarnya. Untuk itu juga, pihaknya menyerukan untuk melawan praktik militerisme di Papua dan Papua. "Kenapa ada drop militer di Papua, itu hanya mengusik ketenangan masyarakat Papua," katanya.Begitu juga dengan Buktar, ia menanyakan kehadiran militer di Papua. "Kenapa bawa militer, apakah di Papua ada perang," teriaknya. Ia meminta pemerintah agar menjelaskan bahwa Papua adalah zona damai, bukan zona militer. Ia lalu berteriak "Militer," dan dijawab oleh massa "No," begitu berulang - ulang. Tak lama setelah itu, mereka lalu mengheningkan cipta selama 3 menit.Bergantian mereka berorasi, mereka juga mempertanyakan siapa yang bertanggung jawab dengan kedatangan aparat militer ke Papua. Mereka juga mengatakan bahwa kalau militer tidak keluar dari Papua sosialisikan dan pulang ke daerah masing-masing. Entah apa maksudnya. Mereka juga mengatakan bahwa sikap represif aparat TNI/Polri pada 16/10 lalu sehingga massa yang hendak demo ke Kota Jayapura menjadi terhambat.
Massa sempat kesal juga karena cukup lama menunggu anggota DPRP belum juga menemui mereka, meski tak lama kemudian mereka diterima langsung oleh Ketua DPR Papua Drs John Ibo, MM yang di dampingi Ketua Komisi B Paulus Sumino, Sekretaris Komisi A Yanni, SE, Ketua Komisi C Yan Ayomi dan Miriam Ambolon.
Di depan anggota DPRP itu, Buktar bertanya apakah kehadiran militer di Papua telah disahkan oleh DPRP. Ia mengatakan bahwa yang ia tahu yang namanya tentara tugasnya adalah menjaga wilayah teritorial. "Tetapi kok militer begitu banyak yang masuk ke Papua ini sangat meresahkan," katanya.
Menanggapi hal itu, John Ibo juga mengakui bahwa pada dasarnya pihaknya tidak menyukai tindakan kekerasan. Ia mengatakan kedatangan militer ke Papua mungkin karena tugas karena kondisi daerah. Karena itu agar rakyat tidak penasaran dan bertanya - tanya maka pihaknya akan menggelar pertemuan dengan menghadirkan Pangdam XVII/Cenderawasih dan Kapolda Papua untuk duduk bersama dan bicara dari hati - hati dan mengungkap segala ganjelan di hati rakyat Papua.
"Saya akan mengupakayakan kita membuka forum untuk berbicara dari hati ke hati tentang masalah ini khususnya tentang pasukan militer yang ada di Papua," katanya. Hanya saja, kapan forum itu dilaksanakan, John Ibo tak bisa menentukan kepastiannya sebab semua sangat tergantung dari waktu yang dimiliki oleh Pangdam XVII/Cenderawasih maupun Kapolda Papua. "Sebab mereka ini sangat sibuk, jadi kita nanti menyesuaikan dengan waktu mereka," ujarnya.
Meski begitu, seusai aksi demo kemarin, John Ibo langsung memerintahkan stafnya untuk menyusun surat undangan kepada petinggi militer dan polisi di Papua.
Kendati sempat tawar - menawar dengan kepastian dilaksanakannya forum terbuka itu, akhrnya Buktar Tabuni dan setuju juga. Tak lama setelah itu tanpa membacakan pernyataan sikapnya, ia langsung menyerahkan pernyataan sikap itu kepada John Ibo. Hal ini juga tak biasanya sebab biasanya pernyataan sikap itu dibacakan dulu sebelum kemudian di serahkan.
Kendati begitu, informasi yang dihimpun Cenderawasih Pos, isi pernyataan sikap itu terdiri dari 6 point yang isinya sebagai berikut : 1, meminta dihentikannya penangkapan dan represitas TNI/Pori terhadap aksi - aksi damai rakyat Papua Barat. 2, Hentikan intervensi TNI/Polri dalam lingkungan kampus, 3, Segera lakukan proses hukum terhadap pelaku penembakan Opinus Tabuni dan pelaku pemukulan terhadap Buktar CS tanggal 20 Oktober lalu. 4, hentikan proses hukum terhadap ketua DAP, Forkorus Yaboisembut serta pengurus DAP yang lainnya demi hukum, HAM dan demokrasi. Point ke- .5 Segera tarik kembali pendropan ribuan pasukan TNI organik dan non organik dari Papua dan terakhir atau ke-6 meminta intervensi internasional dalam hal ini pasukan perdamaian PBB dalam penyelesaian masalah Papua.
Usai menyerahkan pernyataan sikap yang tembusannya tertulis ke Presiden RI itu, Buktar Tabuni langsung menyalami para anggota dewan dan memeluk John Ibo selanjutnya aksi demo yang berlangsung damai itu bubar.(ta)

Mahasiswa Papua Demo di Makassar

Makassar, Tribun -- Sekitar 50-an mahasiswa yang menamakan diri Solidaritas Mahasiswa Peduli Rakyat Papua saat ini berunjuk rasa di depan Monumen Mandala, Jl Jenderal Sudirman, Makassar, Senin (3/11) siang.
Aksi yang dikoordinir Damianus Kuri itu mendesak Pemerintah RI agar menarik sekitar 6.000 personil militer yang ada di Papua, baik organik maupun nonorganik. Pasalnya, keberadaan personil militer itu dinilai berlebihan dan membuat masyarakat resah.

Mereka juga menuntut pemerintah segera menyelesaikan wabah penyakit yang melanda sebagian daerah di Papua seperti di Duma Dama dan Dogiyai.

"Kami juga meminta pemerintah pusat menarik Undang-Undang Otonomi Khusus 2001. Sebab pemberlakukan otonomi khusus sejak tujuh tahun lalu, sampai kini tak membuat rakyat Papua diperhatikan atau lebih sejahtera," ujar Damianus, siang tadi.

Para mahasiswa ini demo dengan berpenampilan khas masyarakat adat Papua. Sebagian peserta demo terlihat bertelanjang dada. Pada tubuh mereka dibuat gambar khas adat mereka.

Ada juga yang tampil nyentrik yakni memasukkan batang rumput di hidung mereka. Lalu wajah mereka dibaluri cat hitam dan putih. Aksi ini dijaga puluhan polisi. Aksi mereka berlangsung damai dan tak membuat arus lalulintas macet. (*)

Senin, 03-11-2008 | 11:52:16

Laporan:

Jumadi Mappanganro.



PARTAI SOSIALIS DEMOKRATIK DAN PERJUANGAN UNTUK PEMBEBASAN PEREMPUAN

Dengan berakhirnya abad 20, kemanusiaan diwarnai oleh berbagai bencana alam yang tidak terduga, dan menempatkan masa depan kehidupan umat manusia berada di ujung tanduk. Tetapi bagaimana mencegah bencana alam dan membangun sebuah masyarakat dalam situasi seperti ini bukanlah hal yang sederhana hanya dengan melihat pada gejala-gejalanya-yang tampak di permukaan-tetapi membutuhkan pemahaman lebih jauh akan penyebab sosial yang ada di baliknya
Masyarakat dan alam bukanlah dua kutub yang saling bertentangan. Mereka saling terhubung secara keseluruhan. Ukurannya adalah bahwa satu aspek tidak cukup efektif untuk memberikan solusi terhadap keseluruhan. Solusi atas persoalan lingkungan tidak akan berhasil jika tidak dikaitkan dengan kebutuhan dasar manusia, dan sebaliknya hal ini juga tidak akan tercapai jika kaum tertindas, yang mewakili mayoritas umat manusia, terbebas dari penindasan yang dilakukan oleh masyarakat kelas. Hal ini hanya akan tercapai melalui restrukturisasi masyarakat secara radikal untuk memastikan bahwa kapasitas produksi masyarakat berlangsung dibawah kontrol yang demokratis dan dijalankan sesuai kebutuhan rasional seluruh anggotanya, bukan hanya untuk memperkaya segolongan minoritas dengan mengorbankan mayoritas pekerja
Kebebasan tidak akan jatuh dari langit. Kebebasan hanya akan tercapai apabila kaum tertindas itu sendiri yang secara konsekuen berjuang untuk mengahancurkan penindasan. Sebuah perjuangan mengambil berbagai bentuk dan menuntut sebuah sistem aliansi yang kompleks untuk mengalahkan divisi-divisi yang dibentuk oleh masyarakat kelas diantara kaum tertindas dan menyatukan mereka dalam sebuah gerakan yang berkekuatan dan menyatu. Hanya dengan memantapkan sebentuk aliansi dan pengalaman dari aksi bersamalah maka mayoritas kaum tertindas, dalam arti demokratik, dapat merencanakan dan mengimplementasikan sebuah strategi untuk mencapai sebuah masyarakat yang bebas dari penindasan dan penghisapan
Partai Sosialis Demokratik mempunyai perspektif untuk membantu membangun sebentuk aliansi dengan kekuatan progresif lainnya serta individu dalam rangka membantu memobilisasi sejumlah besar massa dalam perjuangan untuk perubahan sosial secara radikal. Tujuan kami adalah untuk membangkitkan rasa percaya diri massa agar mereka bersandar pada kekuatan persatuan mereka sendiri, daripada mengandalkan kekuatan lain dalam perjuangan. Parlemen dan beberapa institusi demokrasi ala borjuis lainya dapat digunakan sebagai alat publikasi. Tetapi kami menentang penggunaan bentuk aksi massa dalam ekstra parlementer-rally, mogok, pertemuan terbuka-untuk mendukung pemilu, lobbying, parlemen dan politisi kapitalis yang membayangi mereka

Gerakan pembebasan perempuan yang independen
Penindasan terhadap peempuan karena jenis kelaminnya telah mempertegas alasan obyektif untuk memobilisasi kaum perempuan dalam perjuangan melalui organisasi mereka sendiri. Kami mendukung dan membantu terbangunnya gerakan pembebasan perempuan yang independen.
Gerakan perempuan yang kami maksud adalah kaum perempuan yang mengorganisir diri mereka pada satu tahap atau lebih untuk berjuang melawan penindasan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap mereka
Gerakan perempuan memiliki karakter sendiri karena keberagamannya, penetrasinya pada setiap lapisan masyarakat, dan fakta bahwa mereka tidak terikat pada satu organisasi politik tertentu, meskipun mereka yang aktif memiliki berbagai aliran. Lebih-lebih, beberapa kelompok dan aksi koalisi, meskipun dipimpin dan dilakukan oleh massa perempuan, namun terbuka terhadap kaum laki-laki, seperti Organisasi perempuan nasional di Amerika dan Kampanye aborsi nasional di Inggris
Pada saat kebanyakan kelompok perempuan berkembang terpisah dari organisasi buruh dan gerakan sosial lainnya, menguatnya radikalisasi telah mendorong semakin banyak massa perempuan dengan kemauan sendiri mengorganisir diri mereka untuk masuk dalam organisasi-organisasi ini. Hal ini telah meningkatkan aktivitas kaum perempuan dalam serikat buruh, komite-komite untuk perdamaian, koalisi untuk lingkungan, komite-komite untuk solidaritas internasional, dll, bahkan mengorganisir diri secara independen seputar tuntutan mereka sendiri
Yang kami maksud dengan independen adalah gerakan yang diorganisir dan dipimpin oleh perempuan; yang meletakkan prioritas pertama untuk memperjuangkan untuk hak-hak dan kepentingan perempuan, yang menolak untuk mensubordinatkan perjuangan untuk kepentingan lain; yang tidak subordinat terhadap keputusan atau kepentingan partai politik tertentu atau kelompok sosial lainnya karena gerakan ini terbuka bagi semua kaum perempuan yang bersedia turut dalam perjuangan untuk melawan penindasan terhadap mereka; yang juga bersedia berjuang bersama kelompok tertindas lainnya yang membutuhkan, apapun bentuk dan golongannya
Jelas tidak semua kelompok dalam gerakan yang bisa memenuhi secara penuh kriteria tersebut namun gerakan akan berhasil apabila hal ini yang menjadi arah dari pembentukan gerakan
Kami berusaha mempertahankan agar organisasi-organisasi pembebasan perempuan dan perjuangan independent dari partai dan seluruh kekuatan borjuis. Kami menentang pihak yang berusaha untuk menghubungkan perjuangan perempuan yang independen dengan konstruksi kaukus perempuan didalam atau yang berorientasi pada partai-partai kapitalis atau politik borjuis, seperti yang terjadi di Amerika, Canada dan Australia
Kami menolak bentuk partai politik perempuan seperti di Belgia dan Spanyol serta tempat-tempat lain yang didukung oleh beberapa Feminis. Segala usaha yang secara politis membatasi heterogenitas politik dalam gerakan perempuan termasuk tahapan dan dampaknya namun menghadirkan kepentingan seuntai dari gerakan dari kebutuhan untuk memobilisasi massa perempuan dari semua lapisan dalam perjuangan dan dalam aliansi gerakan akan ditempa. Dipilihnya lebih banyak perempuan untuk bekerja di kantor publik pada sebuah program reformis ketika refleksi dari perubahan sikap tidak akan mentransfer secara radikal dasar penindasan perempuan dan.hanya akan mempertegas pembatasan reformasi dalam masyarakat kelas

Kelompok yang terdiri dari perempuan saja
Bentuk organisasi yang paling dominan dalam gerakan perempuan adalah kelompok yang anggotanya terdiri dari perempuan. Secara nyata hal ini terjadi di sekolah, gereja, pabrik hingga serikat buruh. Hal ini menggambarkan keterbatasan perempuan dalam mengambil kepemimpinan di organisasi mereka dimana mereka dapat belajar dan berkembang serta memimpin tanpa khawatir akan dilecehkan atau diatur oleh laki-laki atau bersaing dari awal
Sebelum mampu memimpin yang lainnya kaum perempuan harus terlebih dahulu menghilangkan perasaan inferior dan terasing. Mereka harus belajar untuk memimpin diri mereka sendiri. Kelompok-kelompok feminis yang secara sadar dan penuh pertimbangan exclude laki-laki yang menolong kaum perempuan untuk mengambil langkah pertama menuju sikap politis dengan menghilangkan mental budak, percaya diri, harga diri dan kebanggaan
Namun keputusan untuk membentuk semacam kelompok perempuan baik dalam gerakan massa, serikat buruh maupun partai borjuis sekalipun, hanyalah sebuah keputusan taktis yang dianggap tepat untuk membangkitkan kesadaran kaum perempuan akan penindasan yang ada dalam organisasinya dan bagaimana memperjuangkan agar isu/tuntutan tentang perempuan juga diagendakan. Umumnya pembentukan seksi/kaukus perempuan hanya bualan dari para pimpinan organisasi tentang kesetaraan walau dalam prakteknya justru disingkirkan
Kelompok-kelompok kecil ‘pembangkit kesadaran’ yang banyak bermunculan hanyalah satu dari sekian hal yang biasa terjadi pada gelombang kedua radikalisasi. Sebagai langkah awal yang membantu kaum perempuan untuk menyadari bahwa persoalan mereka tidak muncul dari persoalan individu namun terbentuk secara social, yang juga dialami oleh individu perempuan lain. Kelompok ini untuk pertamakalinya mendorong kaum perempuan untuk menghancurkan isolasi terhadap mereka, meraih rasa percaya diri dan melakukan aksi
Tetapi jika mereka hanya melihat kedalam dan membatasi diri dalam lingkaran diskusi tanpa bergabung dengan yang lainnya, mereka justru menjadi penghalang dalam upaya menggabungkan kaum perempuan dalam perkembangan politik yang lebih jauh
Bagi mereka yang menyebut diri sebagai kelompok perempuan berarti telah membagi kelas pekerja menurut jenis kelamin, sedangkan menurut kami pembagian kelas tidak seharusnya dilakukan oleh mereka yang berjuang melawan penindasan. Kapitalisme telah melakukan pembagian dalam masyarakat-berdasarkan kelas, ras, jenis kelamin, umur, kebangsaan, skill dan yang lainnya. Tugas kami adalah membantu mengorganisir dan mendukung perjuangan kaum tertindas yang akan menghapuskan pembagian tersebut dan penghisapan

Komitmen kami pada pembebasan kaum perempuan
DSP menyambut dan mendukung perkembangan gerakan pembebasan perempuan. Komitmen kami didasarkan pada:
a. Penindasan terhadap perempuan terjadi pada masa transisi dari masyarakat tanpa kelas menuju masyarakat kelas. Secara umum masyarakat kelas dipertahankan dan sangat dibutuhkan terutama oleh kapitalisme. Oleh karena itu, perjuangan massa perempuan melawan penindasan terhadap mereka juga merupakan perjuangan melawan kebijakan kapitalis
b. Perempuan merupakan komponen signifikan dari kelas pekerja dan sebuah kekuatan yang potensial yang tergabung dalam kelas pekerja dalam perjuangan untuk menghancurkan kapitalisme. Tanpa sebuah revolusi sosialis, kaum perempuan tidak mungkin menyiapkan pra kondisi bagi pembebasan mereka. Tanpa mobilisasi massa perempuan dalam perjuangan untuk pembebasan mereka sendiri, kelas pekerja tidak mungkin memenuhi tugas sejarahnya. Penghancuran negara borjuis, penghapusan system kepemilikan kapitalis, transformasi basis ekonomi dan prioritas dari masyarakat, konsolidasi dari sebuah kekuasaan baru didasarkan pada organisasi yang demokratik dari kelas pekerja dan aliansinya, dan perjuangan yang berkelanjutan untuk membatasi segala bentuk penindasan atas hubungan social yang diwarisi dari masyarakat kelas-semuanya ini bias terpenuhi hanya dengan kesadaran untuk turut berpartisipasi dan kepemimpinan dalam gerakan pembebasan perempuan
c. Seluruh kaum perempuan yang ditindas karena mereka perempuan. Perjuangan seputar aspek yang spesifik pada penindasan perempuan memiliki kebutuhan untuk melibatkan kaum perempuan dari lapisan kelas social yang berbeda. Bahkan kaum perempuan borjuis yang berjuang melawan penindasan atas mereka sebagai perempuan, dapat berpisah dari kelas mereka dan bergabung untuk memenangkan gerakan revolusioner pekerja sebagai jalan menuju pembebasan
d. Meskipun seluruh perempuan tertindas namun dampaknya berbeda bagi kaum perempuan dari kelas yang berbeda. Umumnya mereka yang secara ekonomi mengalami penghisapan paling besar adalah mereka yang paling menderita dari penindasan sebagai mahluk perempuan
e. Ketika kaum perempuan masih mengalami penindasan karena mereka perempuan, maka kami membangun massa gerakan pembebasan perempuan yang secara komposisi, orientasi dan kepemimpinan berasal dari kelas pekerja. Sebagai sebuah gerakan yang mampu memobilisasi mayoritas perempuan dan memainkan sebuah peran progresif dibawah kondisi semakin menajamnya polarisasi kelas
f. Perjuangan kaum perempuan untuk melawan penindasan sexist terkait, namun tidak tergantung secara total atau identik dengan perjuangan pekerja sebagai sebuah kelas. Kaum perempuan hanya akan terbebaskan apabila mereka beraliansi dengan kekuatan mobilisasi revolusioner dari kelas pekerja
Namun demi memenuhi tugas sejarah ini tidak lantas diartikan bahwa kaum perempuan harus menunda perjuangan mereka hingga jajaran pimpinan pekerja digantikan oleh kepemimpinan yang revolusioner yang akan mengangkat panji pembebasan perempuan. Juga tanpa harus menunggu hingga revolusi sosialis mampu menciptakan basis material untuk mengakhiri penindasan terhadap mereka. Justru sebaliknya, perjuangan kaum perempuan harus dimulai tanpa harus menunggu petunjuk dari siapapun. Mereka sendiri yang harus membuka jalan dan membawanya maju ke depan. Dengan begitu mereka telah mengambil kepemimpinan secara keseluruhan dalam gerakan buruh, bahkan membantu menciptakan bentuk kepemimpinan yang dibutuhkan seluruh front di masa yang akan datang
g. Sexisme adalah salahsatu senjata ampuh dari kelas penguasa untuk memecah dan melemahkan kelas pekerja dan gerakan progresif. Tetapi tidak lantas membuat kaum laki-laki melawan perempuan. Baik kaum laki-laki maupun perempuan terpengaruh oleh bobot konservatisme yang menerobos batas jenis kelamin.
Hal ini berakar dari karakter kelas masyarakat itu sendiri, dan juga berbagai cara yang ditanamkan oleh ideology borjuis bagi tiap individu sejak dilahirkan. Sehingga para pimpinan di tiap-tiap seksi kelas pekerja pun menolak yang lainnya. Mereka menyatakan bahwa kesetaraan perempuan hanya diperoleh dari penghasilan kaum laki-laki-dengan mengambil alih kerja mereka, dengan dikuranginya upah dan dengan dihilangkannya tugas-tugas domestik mereka. Para pimpinan gerakan buruh yang reformis pun turut memainkan peran mereka dalam divisi ini untuk mempertahankan posisi mereka. Dengan demikian, pendidikan terhadap massa baik laki maupun perempuan, melalui propaganda, agitasi dan aksi seputar kebutuhan perempuan merupakan bagian yang esensial dalam perjuangan untuk melepaskan diri dari cekikan ideology reaksioner borjuis. Hal ini merupakan kebutuhan mendasar dalam melakukan pendidikan politis dan revolusioner dari sebuah gerakan progresif
h. Agar kelas pekerja dapat merealisasikan sebuah kekuatan yang bersatu secara penuh maka gerakan buruh harus mampu mengatasi setiap masalah internal. Hal ini hanya akan tercapai apabila kaum pekerja memiliki kesadaran bahwa mereka yang berada posisi atas dengan upah yang lebih baik, tidak mencari keuntungan, selagi yang lainnya masih mengalami diskriminasi dan tertindas. Seperti para atasan yang mengambil keuntungan dengan adanya stratifikasi dan divisi-divisi
Kepentingan kelas seluruh pekerja identik dengan kebutuhan dari lapisan kelas yang paling terhisap dan tertindas-kaum perempuan, negara jajahan, pekerja imigran, kaum muda, pengangguran. Gerakan perempuan secara khusus memiliki peran penting untuk membantu kelas pekerja dalam memahami hal ini
i. Dengan memenangkan perjuangan gerakan pekerja yang terorganisir untuk kepentingan kaum perempuan merupakan bagian dari pendidikan terhadap kelas pekerja untuk berpikir secara social tapi bertindak secara politis
j. Perjuangan melawan penindasan terhadap perempuan bukanlah sebuah issu sampingan. Issue ini menyangkut masalah hidup dan mati, khususnya dalam periode menajamnya polarisasi kelas
Dalam masyarakat kelas, ideology yang mendorong inferioritas kaum perempuan masih dipertahankan dan kaum perempuan masih berada pada posisi yang tidak aman dan menakutkan sehingga kaum perempuan menjadi target khusus bagi organisasi yang secara tehnis, fasis dan reaksioner. Baik Festival of light, Partai Nasional, Klu Klux Klan, kaum fundamentalis, oponen dari hak-hak aborsi, atau bahkan gerakan perempuan sendiri, melakukan pendekatan khusus kepada kaum perempuan agar mereka memberi dukungan, mengklaim diri sebagai berjuang untuk kepentingan perempuan, membanggakan perbedaan ‘esensial’ mereka, memanfaatkan ketergantungan ekonomi mereka di bawah kapitalisme, dan berjanji untuk membebaskan kaum perempuan dari beban berat yang mereka sandang selama masa krisis sosial
Tercatat sejak masa Gerakan Nazi dengan propaganda ‘Kinder-Kirche-Kuche’ nya, hingga mobilisasi yang dilakukan oleh kaum ‘Christian Democrat’ atas perempuan kelas menengah di Chili dalam sebuah aksi rally dengan membawa periuk nasi yang kosong di tahun 1973, sejarah telah menunjukkan mitos tentang keibuan dan keluarga sebagai senjata konservatif yang paling ampuh yang digunakan oleh kelas penguasa
Sekali lagi secara tragis Chili menunjukkan bahwa jika gerakan pekerja gagal memajukan dan memperjuangkan program dan perspektif revolusioner untuk menjawab kebutuhan massa perempuan, banyak kaum kelas menengah dan bahkan perempuan kelas pekerja akan dimobilisir oleh kaum reaksioner, atau di netralisir sebagai pendukung potensial
Kaum perempuan mengalami perubahan obyektif atas peran sosial dan ekonominya. Kaum perempuan juga mengalami radikalisasi baru, serta perubahan dalam kesadaran dan perilaku yang terbawa. Sehingga sulit bagi kaum reaksioner untuk mempengaruhi mereka. Namun hal ini justru menjadi sumber baru yang optimistik bagi kaum revolusioner
k. Ketika kemenangan revolusi dapat menciptakan pondasi material untuk mensosialisasikan kerja-kerja domestik dan menjadi basis bagi kesetaraan social dan ekonomi secara penuh untuk kaum perempuan, tidak secara otomatis dan seketika rekonstruksi sosialis atas masyarakat, menempatkan seluruh hubungan manusia pada sebuah pondasi baru
Selama periode transisi menuju Sosialisme, perjuangan untuk menghapuskan segala bentuk penindasan yang diwarisi dari masyarakat kelas akan tetap berjalan. Sebagai contoh, pembagian tugas social di pekerja antara feminine dan maskulin harus dihancurkan di segala bentuk aktifitas dalam kehidupan sehari-hari hingga ke pabrik-pabrik. Harus segera diambil kebijakan mengenai alokasi sumber daya yang terbatas. Harus segera dikembangkan sebuah program ekonomi yang merefleksikan kebutuhan social perempuan, dan menyediakan cara paling mungkin dalam mensosialisasikan kerja-kerja domestic
Dengan dipertahankannya sebuah organisasi perempuan yang independent akan menjadi sebuah pra kondisi bagi kebijakan sosial dan ekonomi yang demokratis. Bahkan sesudah revolusi, gerakan pembebasan perempuan yang independent akan memainkan peran yang menentukan yang akan menjamin mayoritas massa, baik laki-laki maupun perempuan tetap melanjutkan proses ini

Tuntutan Esensial
Ketika DSP memperjuangkan system tuntutan secara total-yang menyangkut berbagai isu dari kebebasan hingga asosiasi politik, dari pengangguran dan inflasi hingga kontrol pekerja atas produksi dan kebutuhan akan sebuah pemerintahan rakyat pekerja-yang merupakan kepentingan dari kelas pekerja, dan yang juga menjadi kepentingan mayoritas perempuan, kami juga bicara tentang penindasan spesifik atas perempuan
DSP berusaha meyakinkan gerakan pembebasan perempuan untuk mengarahkan tuntutan perjuangan langsung pada mereka yang bertanggungjawab atas kondisi social dan ekonomi kaum perempuan yang menjadi akar penindasan terhadap perempuan-yaitu kelas kapitalis, pemerintah dan agen-agennya. Saat memperjuangkan tuntutan ini, massa perempuan akan tiba pada kesadaran bahwa terdapat hubungan antara penindasan mereka sebagai korban dari peran kelas
System keluarga merupakan bangunan institusi penindasan perempuan sehingga keluarga sebagai unit ekonomi tidak dapat ‘dihapuskan’. Hanya bisa tergantikan seiring berjalannya waktu. Tujuan kami adalah menciptakan alternative social dan ekonomi yang menguasai institusi keluarga masa kini dan mampu memenuhi kebutuhan, semiskin apapun keluarga tersebut, sehingga hubungan antar individu benar-benar menjadi pilihan yang bebas tanpa dibayangi oleh tekanan ekonomi
Kami mengarahkan gerakan pada tuntutan spesifik pada waktu tertentu tergantung pada situasi gerakan itu sendiri serta level perjuangan secara umum. Jika situasi belum memunculkan tuntutan, maka gerakan perlu mempertajam dan mengembangkan perjuangan bagi pembebasan perempuan:
a.Hak kaum perempuan untuk mengontrol tubuhnya sendiri
Semestinya ini merupakan hak tunggal bagi setiap perempuan untuk memutuskan apakah akan mencegah atau menunda kehamilan. Seluruh hukum anti-aborsi harus dicabut. Fasilitas Aborsi harus disediakan untuk semua perempuan tanpa memandang usia, pada setiap tempat yang mereka pilih-di klinik spesialis atau di rumah sakit umum, yang menyediakan informasi dan fasilitas pendukung. Biaya untuk rumah sakit harus ditanggung oleh system pelayanan kesehatan universal
Harus tersedia kontrasepsi yang aman dan diberikan secara cuma-cuma bagi laki-laki dan perempuan yang membutuhkan. Lembaga pengendalian kelahiran dan pusat pendidikan seks harus dibentuk di sekolah, pemukiman, rumahsakit dan area kerja
Hak kebebasan reproduksi mencakup hak bagi kaum perempuan untuk memelihara anaknya jika itu yang menjadi pilihannya. Program untuk menolong perempuan hamil harus tersedia bagi kaum perempuan yang menentukan pilihan secara bebas untuk mengikuti program tertentu tanpa paksaan, tanpa memandang pilihan seksualnya. Harus tersedia informasi lengkap dan system yang mendukung
Sterilisasi tidak dapat dilakukan tanpa persetujuan pihak perempuan, pemaksaan terhadap perempuan untuk memberikan persetujuan merupakan tindakan melanggar hokum. Hal ini termasuk dalam penolakan terhadap skema control populasi yang menjadi alat rasisme atau prasangka kelas
Harus dihentikan segala eksperimen atas medis dan obat-obatan terhadap kaum perempuan tanpa ada persetujuan dari mereka
b.Kesetaraan di bidang hukum, politik dan social secara penuh untuk kaum perempuan
Semestinya tidak ada diskriminasi berdasarkan gender. Kaum perempuan seharusnya memiliki hak untuk memilih, terlibat dalam aktivitas public, membentuk atau bergabung dengan asosiasi politik, hidup dan bepergian kemanapun mereka mau, terjun dalam tiap jenis pekerjaan yang mereka pilih. Seluruh hukum dan peraturan dengan hukuman yang dikhususkan bagi perempuan harus disingkirkan dan semua hak-hak demokratik yang dimenagkan oleh kaum laki-laki juga harus diberikan pada perempuan
Dihapuskannya hukum yang diskriminatif terhadap hak perempuan dalam menerima dan menentukan upah dan kepemilikan. Kaum perempuan harus memiliki akses terhadap tunjangan pengangguran tanpa memandang usia dan status perkawinan
Dihapusnya stigma ‘tidak sah’. Hal ini untuk mengakhiri diskriminasi terhadap kaum ibu dan anak-anak mereka serta untuk mengakhiri kondisi seperti-penjara dengan mendirikan rumah penampungan bagi orantua tunggal dan kaum perempuan yang tidak punya tempat tinggal. Rumah ini akan dikelola oleh kaum perempuan yang menempatinya, yang juga harus dilengkapi dengan penyediaan informasi, dukungan emosional dan pelatihan
c.Hak kaum perempuan atas kemandirian ekonomi dan kesetaraan
Meliputi hak untuk mendapatkan pekerjaan secara penuh sesuai standar upah secara nasional, digabungkan dengan skala jam kerja dan upah untuk menghadapi inflasi dan pengangguran diantara kaum laki-laki dan perempuan
Kaum perempuan harus menerima upah yang sama untuk kerja yang sepadan dan didorong pada pekerjaan non-tradisional. Harus dilakukan peninjauan kembali atas kerja tradisional perempuan melalui perbandingan dengan kerja tradisional kaum laki-laki yang membutuhkan keahlian yang sama dan menaikkan upah perempuan. Diskriminasi terhadap kaum perempuan dalam program training dan re-training serta dalam promosi kerja harus dihilangkan
Kami mendukung adanya cuti bagi orang tua dan tetap dipekerjakan selama cuti. Penyediaan peraturan perlindungan atas kondisi kerja untuk kaum perempuan juga harus diperuntukkan bagi pekerja laki-laki dalam rangka perbaikan atas kondisi kerja secara keseluruhan dan untuk mencegah agar hal tersebut tidak dijadikan dalih untuk melakukan diskriminasi terhadap perempuan
Jaminan bagi pekerja paruh waktu untuk mendapatkan hitungan upah per-jam yang sama seperti pekerja full-time
Program aksi yang afirmatif serta dperikuat dengan ketentuan legal sangat esensial untuk mengarahkan kembali pengaruh dari masa diskriminasi yang sistematis dalam hal kontrak, training dan promosi. Untuk mengatasi adanya ketidakseimbangan, kaum perempuan harus mendapat perlakuan yang sesuai dalam hal kontrak, training, kenaikan pangkat dan penyesuaian senioritas
Keterbelakangan, tunjangan social dan pendidikan untuk anak-anak bukan lagi menjadi beban orangtua secara individu tapi menjadi tanggung jawab masyarakat. Dihapusnya semua hokum yang memberi hak kepemilikan pada orangtua dan kontol atas anak-anaknya secara total. Adanya hukum yang menindak kekerasan terhadap anak
Disediakannya tempat penitipan anak yang murah dan nyaman akan membantu agar proses ini dapat berjalan. Sebuah program yang mendesak untuk dijalankan adalah diciptakannya jaringan kerja yang bebas, pusat penitipan anak yang dibiayai oleh pemerintah di setiap area pemukiman dan tempat kerja. Pusat ini harus didirikan di setiap tempat dan mampu menampung semua anak dari bayi hingga remaja
Kaum perempuan tidak akan pernah bisa menikmati kesetaraan jika mereka masih dibebani dengan tugas domestic. Problem ini tercipta secara social dan harus diselesaikan secara social pula. Hal ini terkait pula dengan sosialisasi tugas-tugas domestic melalui jaringan kerja yang diorganisir secara industri dan disediakan untuk umum namun mudah diakses, murah dan berkualitas seperti mesin cuci, kafetaria, restoran, petugas pembersih rumah, dll.
d.Kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang sama
Sistem pendidikan pada semua level dari playgroup hingga universitas yang ada saat ini berlaku diskriminatif terhadap kaum perempuan. Buku-buku pelajaran yang mengarahkan pada stereotype jenis kelamin harus diganti dan pembedaan antara subyek perempuan dan laki-laki harus dihentikan, juga segala bentuk paksaan terhadap pelajar perempuan agar berlaku seperti seharusnya seorang perempuan harus dihentikan (homemaking, suster/perawat, mengajar dan sekretaris)
Harus disediakan program special untuk menambah kemampuan kaum perempuan dalam bidang pekerjaan yang selama ini banyak dikuasai oleh kaum laki-laki. Pendidikan khusus dan kursus akan membantu kaum perempuan dalam memasuki dunia kerja yang tidak berlaku diskriminatif
e.Hak perempuan untuk terbebas dari kekerasan seksual dan eksploitasi
Kekerasan seks merupakan kenyataan hidup yang dialami kaum perempuan sehari-hari dalam berbagai bentuk. Setiap hukum yang bersifat sekuler maupun keagamaan, dengan memberikan sanksi hukuman, kekerasan fisik atau bahkan pembunuhan terhadap istri, saudara perempuan dan anak perempuan yang sering disebut sebagai kejahatan melawan ‘kemuliaan’ laki-laki harus dihapus
Kekerasan terhadap perempuan adalah sebuah produk yang tidak berujung pangkal dari kondisi social dan ekonomi secara umum dalam masyarakat kelas. Meningkatnya kondisi ini selama masa krisis social tidak dapat dihindari. Mass media kapitalis dan periklanan turut membantu kekerasan dan pelecehan seksusal terhadap perempuan dengan gambaran mereka atas perempuan sebagai obyek seks. Gambaran ini juga membuat kaum perempuan merasa tidak nyaman dengan gambaran diri mereka, juga dikombinasikan dengan gambaran tradisional tentang seksualitas perempuan dan tradisi mengenai kecantikan, mendorong mutilasi terhadap perempuan dewasa dan remaja, atau merusak diri sendiri
Kebanyakan dukungan terhadap sensorship mengenai kekerasan seksual yang juga dilakukan oleh beberapa feminis untuk menghapuskan kekerasan itu sendiri hanya mampu meredam dan menjadikannya pasar gelap, yang tersembunyi dari pandangan public. Apa yang dibutuhkan adalah sebuah kampanye pendidikan yang massif untuk melawan tindakan yang merendahkan perempuan, yang dilakukan oleh perempuan bekerjasama dengan gerakan perempuan. Pandangan negative tentang perempuan harus diganti dengan gambaran yang lebih positif
Hukum yang mengatur pelecehan seksual terhadap perempuan harus diperkuat dan dijalankan dengan tegas
Meningkatnya laporan tentang perkosaan, hubungan sedarah, pemukulan terhadap istri dan kekerasan seksual terhadap anak-anak mempertegas kebutuhan untuk didirikannya tempat penampungan bagi para korban kekerasan. Fasilitas ini harus bersifat mandiri terhadap pengadilan dan kepolisian, karena kedua lembaga ini mempunyai peran dalam memperkuat status quo
Semua hokum yang menuntut pembuktian secara fisik atas tindak kekerasan seksual atau penganiayaan fisik, atau yang berimplikasi menyalahkan perempuan korban perkosaan harus dicabut. Harus dihentikan pertanyaan yang mengarah pada latar belakang aktifitas seksual para korban kekerasan seksual
Pelacuran juga merupakan produk dari kondisi social dan ekonomi secara umum dalam masyarakat kelas, khususnya, dengan adanya pemiskinan dan pembatasan terhadap perempuan untuk memiliki keahlian dan akses pada pekerjaan produktif. Seharusnya pelacuran tiak dikatagorikan sebagai tindak criminal. Semua hukum yang mengorbankan pelacuran harus dicabut
f.Menentang penekanan terhadap seksualitas manusia
Masyarakat kelas melakukan penyimpangan dalam seluruh hubungan manusia dengan mentransform interaksi social menjadihubungan berdasarkan kepemilikan harta. Tidak hanya pada kerjasama antar individu dalam produksi, tetapi juga seluruh hubungan social lainnya. Untuk alasan ini, Partai menolak interfensi masyarakat dan pemerintah dalam masalah seksual individu, sepanjang tidak terjadi kekerasan dan pemaksaan
Secara keseluruhan prinsip ini berarti bahwa semua hubungan seksual antara perempuan atau antara laki-laki harus diperlakukan sama seperti hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan, dan hal ini seharusnya diwujudkan dalam bentuk hokum yang mengatur perkawinan dan pengakuan atas hubungan tersebut. Kecenderungan seksual harus dilihat sebagai pilihan individu berdasarkan hak demokratik
Penindasan dan penganiayaan terhadap kaum lesbian dan gay merupakan turunan dari penindasan terhadap perempuan, sebagai hasil dari tindakan kelas penguasa dalam mempertahankan system keluarga dengan melarang semua aktifitas seksual kecuali yang dilakukan dalam keluarga. Homoseksualitas telah menantang ideology yang dipergunakan kelas kapitalis untuk membangkitkan system keluarga. Perjuangan melawan penindasan terhadap lesbian dan gay merupakan bagian dari perjuangan kelas melawan kapitalisme
Partai menuntut dicabutnya semua hokum yang bersifat anti-homoseksual, penghapusan diskriminasi terhadap gay dan lesbian dalam pekerjaan, perumahan, pemeliharaan anak dan diakhirinya kekerasan yang dilakukan polisi di jalan, bar, dll. Sebagai tambahan, pendidikan seks untuk kaum muda dan masyarakat luas harus menekankan keanekaragaman hubungan seksual yang non-coercive, tanpa dibebani tuduhan moral

Seluruh tuntutan ini mengindikasikan meluas dan merembesnya penindasan perempuan. Perjuangan melawan penindasan-untuk pembebasan perempuan-menuntut reorganisasi masyarakat secara total. Jika restrukturisasi atas produksi masyarakat dan institusi reproduksi tidak dipertahankan untuk memaksimalkan kesejahteraan social, maka tidak akan terwujud keberadaan kemanusiaan yang sejati untuk semuanya




Dikutip dari : FEMINISM AND SOCIALISM Putting the Pieces Together
Diterbitkan oleh : Restistance Book 2001, Australia. Terjemahan Ernawati

PEMBEBASAN PEREMPUAN DI DUNIA KETIGA

Pembebasan perempuan bukan monopoli kepentingan kaum perempuan di negara-negara kapitalis maju yang secara relatif memiliki standar kehidupan dan pendidikan yang lebih baik. Sebaliknya, hal ini juga menjadi kepentingan kaum perempuan di seluruh dunia, tidak terkecuali perempuan dunia ketiga
Negara-negara belum berkembang mengalami kesengsaraan dimana perekonomian berada di bawah dominasi imperialis. Di negara-negara ini terdapat perbedaan cukup besar dal;am situasi ekonomi, sosial dantradisi budayanya. Perbedaan meliputi daerah dengan perekonomian terendah hingga industrialisasi seperti Brazil, Mexico, Argentina, Korea Selatan dan Taiwan. Situasi ini juga mempengaruhi kondisi kaum perempuannya

Pengaruh atas dominasi Kapitalis
Dalam merubah corak produksi masyarakat menjadi ekonomi kapitalis, dominasi imperialis menggunakan dan mengkombinasikan hubungan sosial dan produksi pro kapitalis dan tradisional. Lahirnya kapitalisme di Eropa barat pada negara-negara maju dilakukakan melalui evolusi kaum demokrat borjuis dengan menggulingkan kelas penguasa feodal. Berbeda dengan negara-negara kolonial, imperialis justru mendukung keberadaan hirarki yang ada dan klas penguasa pro kapitalis yang reaksioner dan menggunakan berbagai cara untuk menjaga stabilitas dan memaksimalkan penghisapan
Kapitalisme Eropa secara brutal berekspansi ke Asia, Amerika latin dan Afrika, menggunakan kekerasan, pemusnahan, perkosaan dan berbagai teror dalam skala besar juga perbudakan atas penduduk asli Afrika. Bahkan misi keagamaan kristen juga berfungsi sebagai alat dalam melakukan ekspansi
Dalam perang dunia ke II terjadi perebutan kekuasaan antara kolonialis Eropa dan imperialis baru-Amerika-yang ingin menguasai pasar dunia ketiga dan sumber alamnya dengan mendorong perjuangan kemerdekaan di negara-negara jajahan Eropa di Asia dan Afrika. Sehingga walaupun negara-negara ini memperoleh kemerdekaan namun secara ekonomi didominasi oleh korporasi kapitalis raksasa dari negara-negara imperialis
Ekspansi terus berlanjut hingga saat ini walaupun sudah tidak menggunakan senjata dan pasukan namun melalui bank-bank imperialis dan korporasi transnasional dengan kedok pinjaman dan hubungan perdagangan menghisap sumber alam di dunia ketiga untuk negara-negara kaya. Dampak dari ekspansi ini bukan hanya secara ekonomi, tapi juga terjadi krisis lingkungan secara global, seperti rusaknya lapisan ozon, tidak terkontrolnya produk-produk beracun, polusi udara, laut, tanah, air minum, erosi dan kerusakan lapisan tanah dan perusakan hutan
Ekspansi pasar kapitalis mempunyai pengaruh yang kontradiktif bagi kaum perempuan didunia ketiga, walaupun secara umum situasi kaum perempuan berhubungan secara langsung dengan industrialisasi yang sedang berjalan. Pada satu sisi, kaum perempuan diperkenalkan pada hubungan ekonomi baru yang dapat menjadi dasar untuk menghancurkan penindasan sejak berabad lalu. Namun disisi lain terjadi diskriminasi dan eksploitasi dengan wajah baru, yang menggunakan tradisi kuno, ajaran agama dan prasangka yang anti perempuan. Namun perkembangan yang tidak sama di berbagai masyarakat juga memberikan kontradiksi yang mengejutkan, contohnya kemandirian ekonomi yang relatif pada kaum perempuan Afrika yang mendominasi pertanian primitif di beberapa daerah di Afrika
Perkembangan proses produksi kapitalis di dunia ketiga untuk kepentingan imperialisme. Dengan ini industrialisasi berjalan lambat dan tidak seimbang

Produksi petani
Populasi terbesar di dunia ketiga menggantungkan hidup pada pertenian dengan metode kuno. Sebuah keluarga besar yang terdiri dari bibi, paman, keponakan dan kakek-nenek bersandar hidup pada produk pertanian dalam skala kecil
Kaum perempuan mempunyai peran yang menentukan dalam ekonomi. Bukan hanya karena jam kerja yang panjang baik di rumah maupun di ladang, tapi karena perempuan menghasilkan anak yang ikut memikul beban ekonomi dan menjadi jaminan masa tua. Mereka menikah di usia muda dan melahirkan anak-anak sebanyak mungkin
Perempuan dinilai dari berapa jumlah anak yang bisa mereka hasilkan. Perempuan yang tidak subur mempunyai aib dan bencana bagi perekonomian. Juga sering dijadikan alasan untuk sebuah perceraian
Karena peran produksinya, ikatan keluarga terutama terhadap perempuan sangat kuat. Terlebih di daerah pedesaan dengan taraf ekonomi rendah, petani perempuan mendapat perlakuan semena-mena. Secara individu mereka tidak memiliki hak-hak sosial dan hukum dan kadang tidak diperlakukan secara manusiawi. Secara total hidup mereka berada dibawah dominasi laki-laki dalam keluarganya
Dibanyak daerah, dalam berbagai kasus, pembagian konsumsi dalam keluarga dilakukan dengan mendahulukan anggota laki-laki sehingga tidak jarang anak-anak perempuan mendapat porsi yang lebih sedikit dan kurang gizi. Angka buta huruf di kalangan perempuan mencapai nilai 100%. Hal ini merupakan pembunuhan terhadap perempuan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan cara mengabaikan mereka
Daerah pedesaan terkena dampak akibat bergabungnya negara-negara dalam dunia kapitalis. Dengan adanya inflasi dan kalah dalam bersaing dengan pertanian yang menggunakan metode produksi yang lebih maju, terjadi gelombang perpindahan ke kota. Biasanya kaum laki-laki yang lebih dulu meninggalkan keluarganya untuk mencoba keluar dari kemiskinan. Namun kadang, ada juga kaum perempuan yang mencari kerja di daerah industri sebagai pekerja perempuan yang mendapat eksploitasi besar-besaran dan upah rendah. Bahkan ada yang kemudian direkrut menjadi pelacur.
Kesulitan dalam mencari kerja telah mendorong jutaan pekerja untuk meninggalkan negri kelahirannya untuk bekerja di negara-negara kaya penghasil minyak seperti Arab dan Teluk Persia. Jika beruntung mereka bisa mendapat pekerjaan walau dalam kondisi penghisapan yang menyedihkan
Tradisi terbelakang dan isolasi daerah pedesaan mulai berubah dengan perpindahan ke kota dan pengaruh dari media massa seperti radio dan televisi

Pengaruh urbanisasi
Dengan berpindahnya ke kota dan kondisi kehidupan yang baru, terjadi perubahan pandangan kaum buruh terhadap norma-norma tradisional dan mitos atas perempuan
Peran keluarga sebagai unit produksi mulai menghilang di kota. Setiap anggota keluarga bertanggungjawab terhadap diri sendiri sebagai tenaga kerja upahan. Situasi pekerjaan yang berat, kurangnya subsidi kesejahteraan sosial dan situasi keuangan sebagai semi-proletar perkotaan menyebabkan mereka harus bersaing dengan kerabat sendiri, tanggungjawab menghidupi keluarga juga terdiri dari paman, bibi, saudara sepupu, kakak, adik dan anak-anak selain ibu, ayah dan anak-anak. Unit keluarga makin terbatas diantara kelas menengah perkotaan, sektor yang lebih mapan dari kelas pekerja
Kaum perempuan mendapat kesempatan lebih besar untuk mengenyam pendidikan, memperluas kontak sosial dan kemandirian secara ekonomi setelah pindah ke kota. Kapitalisme yang berkepentingan untuk menarik perempuan keluar dari isolasi keluarga mulai terbentur dengan tradisi lama tentang peran perempuan dalam masyarakat
Kaum perempuan mulai mendobrak tradisi dan pandangan kuno dengan bekerja di industri dan sektor jasa. Bahkan terjamin dalam mengambil pendidikan profesi sebagai guru atau perawat, yang sebenarnya kontradiktif dengan perilaku tradisional bahkan juga dalam pandangan perempuan yang tidak bekerja
Realita ini memunculkan gugatan atas mitos inferioritas perempuan, mengubah subordinasi yang sudah lama mereka hadapi
Bahkan bagi perempuan yang tidak berpendidikan atau tidak bekerja diluar rumah, kondisi perkotaan menyediakan kemudahan untuk menghilangkan tekanan dari penjara rumahtangga. Hal ini juga dipengaruhi oleh media massa, bersinggungan dengan kehidupan politik dan perjuangan, serta tersedianya peralatan rumahtangga modern seperti laundri dan sebagainya

Partisipasi angkatan kerja
Kaum perempuan di negara-negara belum berkembang biasanya mendapat upah lebih rendah daripada di negara-negara imperialis. Bervariasi antara 8 – 20% berbeda dengan negara-negara kapitalis dimana perempuan bisa mendapat upah hingga 40%. Namun pertumbuhan angkatan kerja perempuan terus terjadi di kedua jenis negara tersebut
Proporsi tertinggi pekerja perempuan adalah kerja-kerja domestik, kemudian pertanian dan kerja borongan di rumah yang tidak membutuhkan keahlian, mempunyai upah rendah dan tidak memiliki jaminan keamanan secara hukum dan sebagainya. Rata-rata upah pekerja perempuan 1/3 – ½ upah pekerja laki-laki. Walaupun di negara-negara kapitalis, kaum perempuan mengenyam pendidikan dan memiliki keahlian namun mereka tetap didorong untuk bekerja pada kerja-kerja yang bersifat ‘keperempuanan’ seperti mengajar dan perawat
Kaum perempuan banyak tersebar di industri-industri ringan yang banyak bermunculan di negara-negara industri kolonial seperti tekstil, garmen, makanan kalengan dan suku cadang. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun kecil jumlahnya namun pekerja perempuan mempunyai peran strategis yang penting
Imperialis melihat pentingnya mempekerjakan perempuan karena mereka adalah penghasil tenaga kerja murah dan secara logika kapitalis memandang bahwa upah murah akan memecah belah dan melemahkan kelas pekerja, dan juga menjaga stabilitas skala upah. Proses akumulasi imperialis tidak dapat dipahami tanpa menjelaskan peran eksploitasi mereka terhadap pekerja perempuan di negara-negara belum berkembang
Angka pengangguran mencapai tingkat yang mengkhawatirkan dan kaum perempuan sering harus bertanggungjawab atas pendapatan keluarga. Demi memenuhi kebutuhan keluarga, kaum perempuan terpaksa bekerja sebagai penjual kerajinan tangan atau makanan di jalan atau menjadi pencuci baju
Inflasi besar-besaran di kota menyebabkan ibu-ibu rumahtangga harus menelusuri pasar demi pasar untuk mencari bahan makanan dengan harga terendah, selain itu mengurangi jatah makan dirinya agar dapat memberikan jatah tersebut pada anak-anaknya. Kerja-kerja domestik lebih banyak dilakukan di daerah pinggiran dan kumuh yang tidak dialiri listrik, air, fasilitas kesehatan dan sekolah. Pengangguran endermis diperburuk dengan adanya pelacuran, alkohol dan kecanduan obat yang kerap melahirkan tindak kekerasan terhadap perempuan
Situasi kaum perempuan di daerah pedesaan bahkan lebih buruk lagi. Dengan tidak tersedianya pelayanan umum membuat mereka harus mengerjakan tugas-tugas domestik dalam kondisi yang brutal. Kerja-kerja domestik juga meliputi memberi makan ternak dan menyiapkan hasil produksi untuk dijual ke pasar. Kaum perempuan harus menempuh jarak yang jauh untuk mendapatkan air dan kayu. Petani perempuan dipaksa untuk menjadi petani penggarap atau buruh harian

Kurangnya hak-hak dasar
Pada sekitar abad 19 dan 20-an kaum perempuan di negara-negara kapitalis maju dapat memenangkan beberapa hak demokratik yang paling dasar namun di banyak negara masih belum terjadi. Bahkan sejumlah negara masih mempertahankan hukum yang menempatkan perempuan dibawah kontrol suaminya, seperti ijin suami bagi istri yang bekerja, hukum yang mengesahkan suami untuk mengontrol gaji istrinya, dan hukum yang memberi hak bagi suami untuk memiliki anak-anaknya dan mengontrol tempat tinggal istrinya. Di beberapa negara masih terdapat penjualan perempuan dengan selubung pernikahan. Juga hukuman hingga pembunuhan bagi perempuan yang dianggap menghina ‘kehormatan’ suami
Pada sebagian negara sudah berlaku hukum yang menjamin hak-hak perempuan namun masih belum dapat dinikmati sebagian besar perempuan karena kondisi keterbelakangan mereka seperti kemiskinan, buta huruf, kekurangan gizi, ketergantungan ekonomi dan tradisi yang terbelakang. Imperialisme turut mendistorsi perkembangan negara-negara ini dan menjadi penghalang atas hak-hak demokratik yang paling dasar untuk perempuan
Demi mempertahankan keterbelakangan ekonomi di negara-negara kolonial dan semi kolonial, imperialisme menggunakan hirarki agama sehingga kekuasaan dan pengaruh agama sangat kuat. Bahkan di beberapa negara tidak terdapat pemisahan antara institusi agama dan negara, dan antara budaya dan dogma agama. Seperti di India yang menggunakan sistem kasta, sanksi diberikan berdasarkan ajaran agama Hindu. Di beberapa negara Islam, aktivitas umum diperketat, terdapat pemisahan antara perempuan dan laki-laki dan tradisi jilbab bagi perempuan diciptakan untuk menjauhkan perempuan dari publik sementara negara Khatolik menolak hak perceraian
Dibawah dominasi imperialis, kekerasan terhadap perempuan yang sudah menyatu dalam kehidupan ekonomi, sosial dan degradasi sex dalam setiap tahap perkembangan masyarakat kelas ditonjokan oleh kontradiksi dalam mengahasilkan keturunan. Meluasnya partisipasi perempuan dalam masyarakat serta bertambahnya akses pada pendidikan dan pekerjaan telah memberikan kesempatan bagi kaum perempuan untuk mendobrak tradisi kuno dalam kehidupan publik
Namun semua usaha kaum perempuan untuk mendobrak tradisi lama sering mendapat reaksi keras dari kerabat laki-laki berupa pemasungan, pemukulan, hingga pembunuhan. Walaupun ada hukum yang mengatur sanksi atas kekerasan terhadap perempuan, namun prakteknya seringkali pelaku kekerasan bisa lolos dari jeratan hukum
Kesempatan kaum perempuan untuk mengenyam pendidikan di negara-negara kolonial dan semi-kolonial lebih dibatasi dibandingkan di negara-negara kapitalis maju. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya angka buta huruf di kalangan perempuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin besar jurang pemisah antara laki-laki dan perempuan dalam hal kesempatan belajar
Sistem pendidikan di negara-negara kolonial dan semi-kolonial -bahkan lebih menyolok daripada negara-negara imperialis- diselenggarakan untuk memperkuat posisi perempuan sebagai ibu-istri-penjaga rumah dan menjauhkan mereka dari kehidupan sosial. Sekolah khusus perempuan secara bervariasi menerima anggaran yang lebih kecil, jumlah guru lebih sedikit dan fasilitas yang buruk. Setelah fasilitas pendidikan bersama disediakan, anak-anak perempuan tetap didorong untuk mengikuti kursus memasak, menjahit dan pekerjaan rumah
Bagaimanapun juga untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja yang lebih terlatih, akhirnya pasar mampu mendesakkan kepentingan agar perempuan mendapat pendidikan yang lebih tinggi seperti tehnisi

Hak-hak reproduksi dan pengendalian kelahiran
Kaum perempuan di negara-negara berkembang tidak memiliki kontrol atas fungsi reproduksinya dibandingkan dengan perempuan di negara-negara imperialis. Kaum perempuan tidak memiliki akses terhadap informasi yang lebih ilmiah mengenai reproduksi atau sex akibat kecilnya kesempatan pendidikan dan kuatnya pengaruh agama
Secara ekonomi dan sosial kaum perempuan ditekan untuk melahirkan lebih banyak anak. Sedangkan pengendalian kelahiran biasanya dilakukan untuk memenuhi kepentingan imperialisme dalam mengontrol populasi secara rasis. Hal ini biasanya dilakukan dengan memaksa sterilisasi pada kaum perempuan usia subur seperti di Puerto Rico dan kelompok minoritas suku Indian di Bolivia
Walaupun sterilisasi tidak menjadi kebijakan pemerintah namun hal ini merupakan penghalang bagi kaum perempuan untuk memperoleh hak dalam mengontrol tubuh dan kehidupan mereka sendiri
Bumi pun memiliki batas untuk menampung populasi, namun pengalaman di negara-negara maju menunjukkan bahwa angka kelahiran akan menurun apabila kaum perempuan memiliki kontrol atas tubuh mereka dan mandiri secara ekonomi, kehidupan sosial, ekonomi, kesetaraan politik dan pendidikan yang cukup serta kebebasan untuk memilih lebih dibutuhkan ketimbang sejumlah kebijakan yang disertai paksaan dan kekerasan dalam menurunkan jumlah populasi
Perempuan di negara-negara berkembang telah menjadi binatang percobaan dengan dipaksakannya program pengendalian kelahiran dan obat-obatan. Kaum perempuan di dunia ketiga terpaksa harus melakukan aborsi secara ilegal yang tidak terjamin kebersihannya dan bisa menyebabkan kematian. Dan ini semua karena perempuan tidak memiliki hak untuk memilih
Anarkisme kapitalis dalam memperbesar profit telah memperdalam krisis ekologi global dan kemiskinan di dunia ketiga, usaha untuk mengontrol populasi akan semakin besar dan kasus seperti di Puerto Rico akan dialami oleh belahan dunia yang lain. Dan tentu saja imperialisme akan mengkambinghitamkan ‘ledakan penduduk’ atas bencana alam dan krisis ekonomi
Dunia ketiga juga harus menghadapi masalah rasisme dan seksisme yang dibawa oleh kebudayaan asing melalui iklan, film dan berbagai bentuk propaganda lainnya. Kosmetika sebagai standar ‘kecantikan’ perempuan tidak hanya menindas perempuan di Eropa dan Amerika Utara tetapi juga perempuan di dunia ketiga
Standar sexual di dunia ketiga lebih ketat daripada negara-negara imperialis, hal ini juga karena adanya pengaruh kuat dari agama. Di satu sisi perempuan dituntut untuk tidak mengekspresikan hasrat seksual dan menjaga keperawanan, seorang perempuan yang didapati sudah tidak perawan ketika dinikahi boleh diceraikan oleh suaminya. Tapi di sisi lain, perempuan harus memberi kepuasan sezual pada suaminya, kepuasan juga sering menjadi alasan perceraian. Bahkan tindakan brutal terhadap perempuan dilindungi oleh hukum tradisional. Banyak terjadi praktek poligami dan penyunatan terhadap anak-anak perempuan
Keterbelakangan dalam sexualitas juga bisa dilihat pada penindasan terhadap homoseksual baik gay maupun lesbian

Langkah ke depan
Kapitalisme terus mengembangkan sayap dalam hubungan sosial dan ekonomi di negara-negara kolonial dan pra kapitalis dalam berbagai bentuk. Hal ini berarti perjuangan untuk bebas dari penindasan dan penghisapan harus dilakukan dalam berbagai tuntutan
Perjuangan melawan dominasi imperialis dan eksploitasi kapitalis sering dimulai dengan gugatan pada kedaulatan nasional, land reform dan tuntutan-tuntutan demokratik dasar lainnya. Juga termasuk didalamnya adalah hak-hak dasar seperti kesetaraan dalam sosial, ekonomi dan politik untuk perempuan. Isu-isu yang terkait adalah kenaikan harga, fasilitas kesehatan, pendidikan dan perumahan. Selain itu juga isu yang dibawa oleh gerkan perempuan di negara kapitalis maju seperti pusat penitipan anak, fasilitas medis yang memungkinkan perempuan untuk mengontrol kehidupan reproduksi mereka, akses pada pekerjaan dan pendidikan
Tapi perjuangan ini tidak akan berhasil tanpa adanya mobilisasi kelas pekerja sebagai kekuatan sosial yang menjadi pemimpin perjuangan, termasuk mobilisasi perempuan
Di negara-negara berkembang dimana kapitalisme dan kelas penguasa kapitalis relatif lemah, biasanya tidak ada kebebasan sipil dan represi politik lebih besar. Saat perjuangan dimulai-baik perempuan maupun sektor tertindas lainnya- akan dihadapi secara represi dan perjuangan pembebasan politik membutuhkan hak-hak untuk menyelenggarakan pertemuan, mendirikan organisasi, memiliki koran dan alat propaganda lainnya dan untuk demonstrasi, oleh karena itu perjuangan pembebasan perempuan tidak terpisah dari perjuangan secara keseluruhan untuk kebebasan politik
Di negara-negara kolonial dan semi-kolonial, keikutsertaan perempuan dalam perjuangan sosial dan politik ditunjukkan dengan bertambahnya jumlah perempuan yang menjadi tahanan politik. Di penjara kaum perempuan mengalami penyiksaan secara brutal. Perjuangan untuk menuntut pembebasan tahanan politik yang mengekspos buruknya kondisi perempuan memberi arti penting bagi gerakan pembebasan perempuan. Kaum perempuan semakin menjadi pusat perhatian dan diharapkan menjadi pemimpin perjuangan untuk mengkampanyekan penculikan, pembunuhan massal serta orang-orang ‘hilang’

Perjuangan pembebasan nasional
Perjuangan pembebasan perempuan tidak terpisah dari perjuangan pembebasan nasional karena tugas mendesak bagi seluruh kelas tertindas termasuk perempuan adalah menghancurkan dominasi kapitalis seperti yang ditunjukkan oleh Nicaragua dan El Salvador
Saat bergabung dengan gerakan pembebasan nasional, kaum perempuan menjadi lebih politis. Untuk memenangkan perjuangan dibutuhkan peran yang lebih besar dari kaum perempuan. Kaum perempuan mulai mendobrak larangan tradisi lama dengan menempati posisi pemimpin, pejuang, organiser dan pemikir politik. Kontradiksi ini menstimulasikan perlawanan terhadap penindasan sex, seperti juga tuntutan kesetaraan dalam gerakan revolusioner
Perjuangan kaum perempuan di Vietnam, Algeria, Cuba, Palestina, Angola, Mozambique dan tempat-tempat lain untuk mengakhiri bentuk penindasan yang paling brutal terkait dengan perkembangan perjuangan anti imperialis
Keikutsertaan kaum perempuan dalam perjuangan pembebasan nasional juga telah mentransformasikan kesadaran kaum laki-laki tentang kemampuan dan peran perempuan. Dalam proses perjuangan melawan penindasan dan penghisapan, kaum laki-laki justru dapat lebih peka terhadap penindasan perempuan, menyadari kebutuhan untuk melawannya dan pentingnya menjadikan sebagai sekutu perjuangan
Sejak kebangkitan perjuangan kolonial di awal abad ini, kaum perempuan turut serta dalam sentimen anti imperialis. Namun kaum perempuan belum melakukan tuntutan yang spesifik pada isu perempuan. Bagaimanapun juga perkembangan sistem kapitalisme sejak PD II yang telah mempertajam kontradiksi ekonomi, sosial dn politik semakin mendorong kaum perempuan untuk mengangkat isu-isu perempuan
Dimulailah krisis kapitalisme yang ditandai oleh krisis internasional antara tahun 1974-1975 yang berdampak pada negara-negara terbelakang. Krisis hutang negara-negara dunia ketiga adalah salahsatu usaha imperialis untuk membebankan krisis pada negara-negara tersebut. Kum perempuan turut menjadi korban dengan adanya pemotongan subsidi kesehatan dan pendidikan dan meningkatnya harga barang
Kontradiksi ini memberi pengaruh pada kesadaran perempuan yang diperkuat oleh gerakan pembebasan perempuan internasional yang menjadi inspirasi bagi perempuan di seluruh dunia untuk mempopulerkan tuntutan mereka. Peran serta perempuan dapat dilihat pada dekade 1975-1985. Pada konferensi besar yang pertama di Mexico pada tahun 1975 sebagian besar pesertanya adalah perempuan dari negara-negara industri. Sementara konferensi terakhir di Harare pada tahun 1985 memfokuskan pada situasi perempuan di dunia ketiga
Walaupun banyak contoh-contoh yang dapat diberikan untuk memperlihatkan hasil yang dicapai oleh gerakan pembebasan juga mengenai kekerasan dan serangan militer yang dilakukan imperialisme. Vietnam, Cuba dan Nicaragua telah menjadi simbol perjuangan. Untuk menggulingkan imperialisme. Memberikan contoh yang lebih hidup tentang bagaimana kekayaan sebuah negara yang diperuntukkan bagi golongan mayoritas, kontrol yang dilakukan oleh golongan mayoritas dan konsekuensinya bagi perempuan. Contoh nyata tentang bagaimana perubahan dapat dilakukan dan bukan sekedar utopia abstrak. Seperti juga revolusi Rusia dan Cina, revolusi ini juga menjadi indikasi keberhasilan yang bisa di raih di negara-negara dengan keterbelakangan ekonomi dan mayoritas penduduk petani

Revolusi Cuba

Revolusi Cuba lebih memiliki kesadaran untuk melakukan perjuangan melawan penindasan perempuan bahkan sejak awal revolusi Rusia
Setelah memenangkan revolusi sosialis, Cuba mulai memperbaiki sistem pelayanan pendidikan dan kesehatan dan membuka lapangan kerja seluasnya. Federasi perempuan Kuba didirikan sehingga kesetaraan perempuan bukan sekedar slogan namun terstruktur dimana perempuan dapat mengorganisir perjuangan untuk kesetaraan. Perjuangan untuk melawan sikap sexist telah menghasilkan undang-undang yang mengatur laki-laki untuk ikut mengambil separo kerja-kerja domestik
Saat ini kaum perempuan Kuba telah menduduki berbagai posisi di bidang ekonomi, 54% dari pekerjaan tehnis dipegang oleh perempuan. Kaum perempuan juga mendominasi dunia pendidikan dan medis dari posisi terendah hingga posisi atas. Dan hal ini didapat dengan melakukan kompetisi dengan laki-laki. Ratusan pusat penitipan anak didirikan
Kaum perempuan memegang peranan dalam mendapatkan bantuan internasional bagi Kuba, baik yang bersifat kemanusiaan hingga militer. Semakin bertambah jumlah perempuan yang menduduki posisi publik di pemerintahan dan diplomasi
Kaum perempuan mengalami kemajuan di negara kepulauan yang berjarak hanya 140 Km dari Amerika. Kuba adalah negara miskin, hal ini lebih banyak karena selama lebih dari 30 tahun mengalami blokade ekonomi oleh Amerika sehingga Kuba tergantung pada Uni Sovyet dan Eropa Timur untuk mendapat bahan bakar dan mesin. Agresi Amerika terus berlanjut dengan berdirinya pangkalan militer Amerika di Teluk Guantanamo
Setelah kejatuhan blok Sovyet, Kuba mengalami krisis ekonomi. Kuba kehilangan akses terhadap negara yang menjadi partnerdagang dan lebih menderita akibat blokade ekonomi yang melarang tiap negara untukmelakukan perdagangan dengan Kuba. Namun kesulitan ekonomi ditanggung bersama oleh rakyat Kuba dan program penyetaraan perempuan terus berjalan
Diluar masalah ini, Kuba telah menjadi contoh bagi rakyat dunia ketiga dan kaum miskin di Amerika latin selama lebih dari 30 tahun

Pengalaman Sandinista di Nicaragua
Revolusi Sandinista di Nicaragua belajar dari revolusi Kuba dan pengaruh dari gelombang kedua perjuangan pembebasan perempuan di seluruh dunia. Perempuan Nicaragua tergabung dalam organisasi perempuan AMPRONAC yang turut memobilisir perempuan dalam perjuangan revolusioner untuk menggulingkan kediktatoran Somoza
Di tahun 1979 setelah berhasil menggulingkan kediktatoran Somoza yang didukung oleh Amerika, AMPRONAC mengubah nama menjadi AMNLAE yang memiliki 2 tujuan-berjuang untuk mempertahankan revolusi dan memperjuangkan pembebasan perempuan dalam revolusi-
Di tahun 1977 hanya 29% kaum perempuan yang bekerja. Di akhir tahun 80-an, 37% dari pekerja industri adalah perempuan, 35% dari pekerja pertanian dan 44% dari gerakan koperasi. Kaum perempuan juga mulai masuk di dinas kemiliteran. 80% dari penjaga malam revolusioner dan 70% brigade pertahanan sipil adalah perempuan. Kaum perempuan menduduki 31% dari kepemimpinan di pemerintahan Sandinista. Mereka juga mendapat training tehnik dan pendidikan lanjutan ketiga. Pusat penitipan anak mulai dibangun di pedesaan dan kota
Meningkatnya partisipasi perempuan dalam politik dan kehidupan produksi di Nicaragua juga dipacu oleh perjuangan melawan Amerika setelah perang usai. Tetapi dalam periode ini kemajuan yang dicapai bukan hanya secara ekonomi namun juga perubahan dalam perlakuan terhadap perempuan. Kesetaraan sipil mulai dijalankan, penggunaan tubuh perempuan dalam iklan dilarang, hukum perceraian diamandemen sehingga perceraian dapat dilakukan secara sepihak, dan hukum yang menjamin agar kedua orangtua turut bertangungjawab atas penyediaan pangan, medis, rumah untuk anak-anak baik dari maupun diluar perkawinan
Terdapat sebuah periode di pertengahan 80-an selama perang dimana tuntutan perempuan diabaikan, namun dalam 2 tahun keadaan berbalik seiring dengan meningkatnya peran AMNLAE. Kaum perempuan memasuki dewan konstitusi dimana terdapat diskusi mengenai konstitusi baru. Kaum perempuan mulai mengorganisir serikat buruh dan organisasi massa lainnya. Aktifitas ini untuk menghancurkan penghalang atas meningkatnya partisipasi perempuan
Hal ini menimbulkan kontradiksi antara ‘lingkungan pribadi’-keluarga berencana, aborsi, kekerasan domestik, kekerasan sexual di tempat kerja, perlawanan terhadap machismo- dengan lingkungan publik untuk pertama kalinya dalam sejarah Nicaragua. Tuntutan ini kemudian disahkan dengan diratifikasinya konstitusi baru. Pusat biro hukum khusus didirikan untuk memastikan bahwa hukum-hukum ini dijalankan. Biro hukum ini membantu kaum perempuan dalam mengatasi problem mendesak, memberi pendidikan mengenai hak-hak mereka dan menyediakan konseling. Mereka juga mengkampanyekan kekerasan terhadap perempuan. Hal yang sama juga terjadi didalam serikat buruh untuk perbaikan kondisi perempuan, bahkan pendidikan sex dan keluarga berencana di tempat kerja
Dalam pemilu 1990 di Nicaragua, Dewan Nasional berencana untuk merancang hukum tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak serta menghapus undang-undang yang menganggap aborsi sebagai tindakan kriminal. Sejak FSLN kalah dalam pemilu, AMNLAE harus berjuang untuk mempertahankan keberhasilan yang telah dicapai perempuan karena pemerintahan Presiden Violetta Chamorro yang didukung Amerika telah bertekad untuk mengembalikan posisi perempuan ke rumah dibawah slogan Patria Potestad-‘hak suami’ untuk ‘mengontrol’ keluarganya. Dimulailah pemecatan terhadap pekerja perempuan. Di tahun 1992 pemerintahan Chamorro mengadopsi hukum anti-homoseksual yang paling represif di Amerika latin
Berbagai diskusi dan evaluasi digelar yang membahas tentang peran AMNLAE, hubungannya dengan FSLN dan cara untuk membuktikan peran organisasi perempuan dalam memperjuangkan hak-haknya. Keberhasilan yang dicapai oleh kaum perempuan Nicaragua selama periode 10 tahun pada pemerintahan revolusioner dibawah kepemimpinan FSLN telah menjadi contoh bagi kaum perempuan di negara-negara belum berkembang lainnya.
Di beberapa negara seperti Filipina, Palestina dan Indonesia, kaum perempuan mengorganisir diri dengan mengambil contoh pengalaman di Nicaragua. Organisasi perempuan bergabung dengan mobilisasi kelas tertindas lainnya
Pengalaman Nicaragua sebagai’revolusi dalam revolusi’ semakin menjadi contoh bagi menyatunya perjuangan perempuan dengan kelas tertindas lainnya. Maksud dan tujuan dari tahun-tahun awal revolusi Rusia semakin diyakini sebagai langkah maju meskipun bentuk-bentuk organisasi sudah berkembang sejak saat itu