April 24, 2009

AS Minta Otonomi Luas bagi Papua

Kamis, 23 April 2009 09:56 WIB
WASHINGTON,KOMPAS. com-Amerika Serikat menyerukan kepada Indonesia supaya memberikan otonomi yang lebih luas kepada provinsi Papua.Menurut Menlu AS Hillary Clinton, Rabu (22/4) waktu AS,
Papua perlu didukung dalam usahanya mendapat otonomi yang luas, dan adanya perlindungan hak asasi bagi warganya. Hillary mengatakan, pemerintahan Presiden Barack Obama akan membahas soal ini dengan pemerintah Indonesia.
Belum ada tanggapan dari pemerintah Indonesia terkait seruan ini.Beberapa orang tewas dalam kerusuhan yang terjadi ketika berlangsung pemilihan anggota DPR bulan ini. Aktivis Papua mengatakan, polisi menembak dan melukai sedikitnya empat orang demonstran ketika diadakan rapat umum yang menyerukan kemerdekaan Papua dan diboikotnya pemilihan umum. Polisi membantah telah melepaskan tembakan, tapi mengakui mengadakan razia.
ONO Sumber : VOA

AS Minta Indonesia Beri Otonomi Luas bagi Propinsi Papua

24 April 2009

Amerika menyerukan kepada Indonesia supaya memberikan otonomi yang lebih luas kepada propinsi Papua, yang belakangan ini dilanda serangkaian kekerasan yang terkait pemilu dan aksi-aksi yang menuntut kemerdekaan.

Kata menteri LN Hillary Clinton hari Rabu, Papua perlu didukung dalam usahanya mendapat otonomi yang luas, dan adanya perlindungan hak asasi bagi warganya. Clinton mengatakan, pemerintahan Obama akan membahas soal ini dengan pemerintah Indonesia.

Tidak ada tanggapan yang segera dari pemerintah Indonesia, yang belakangan ini melakukan penumpasan atas aktivis kemerdekaan Papua menjelang pemilihan presiden bulan Juli.
Kata polisi, enam orang tewas dalam kerusuhan yang terjadi ketika berlangsung pemilihan anggota DPR bulan ini. Aktivis Papua mengatakan, polisi menembak dan melukai sedikitnya empat orang demonstran ketika diadakan rapat umum yang menyerukan kemerdekaan Papua dan diboikotnya pemilihan umum.

Polisi membantah telah melepaskan tembakan, tapi mengakui mengadakan razzia di kantor-kantor para aktivis. Pejabat Indonesia bulan lalu menangkap empat orang wartawan Belanda yang sedang meliput demonstrasi pro-kemerdekaan di ibukota jayapura. Keempat wartawan itu juga meliput kembalinya salah seorang pendiri gerakan Papua Merdeka yang berjuang untuk mendapatkan kemerdekaan Papua sejak tahun '60-an.

http://www.voanews. com/indonesian/ 2009-04-23- voa3.cfm? rss=asia

Diduga OPM, 2 Warga Papua Ditangkap di NTT

KUPANG - Aparat kepolisian di Nusa Tenggara Timur (NTT) berhasil menangkap dua warga yang diduga anggota jaringan Organisasi Papua Merdeka (OPM), saat menumpang sebuah bus dari Atambua, Kabupaten Belu menuju Kupang. Kehadiran dua warga Papua ini, diduga untuk membeli senjata api peninggalan Timor Timur yang masih banyak beredar di wilayah perbatasan Indonesia dan Timor Leste.

Kepala Bidang Humas Polda NTT Kompol Okto G Riwu yang dihubungi di Kupang, Rabu (22/4/2009) mengatakan, kedua warga asal Papua tersebut ditangkap di sebuah rumah makan di Niki-Niki, Kabupaten Timor Tengah Selatan, 230 kilometer arah Atambua, Selasa 21 April kemarin. Belum diketahui apakah polisi berhasil menyita barang bukti senjata api, namun dari tangan kedua orang tersebut, polisi mengamankan uang tunai sebesar Rp90 juta. Hingga kini, polisi masih menyelidiki misi kedua warga tersebut. Menurut Okto, aparat masih terus melakukan penyelidikan, apakah keduanya terlibat dalam jaringan OPM, yang ingin melepaskan diri dari Indonesia."Proses penyelidikan masih berjalan.

Apakah mereka ke Timor Barat untuk membeli senjata api, atau untuk kegiatan yang lain. Semuanya masih diselidiki. Saat ini, kedua warga telah diamankan di Polda NTT," ujar Okto. Kapolres Timor Tengah Selatan, AKBP Suprianto yang dihubungi terpisah mengatakan, dua warga Papua berinisial JJ dan FM tersebut ditangkap atas perintah Kapolda NTT. "Keduanya ditangkap saat bus yang ditumpangi berhenti dan makan siang di sebuah rumah makan," kata Suprianto. Dari hasil penyelidikan sementara, menurut Suprianto, kedua warga tersebut ke Atambua untuk membeli senjata api. JJ berasal dari Kecamatan Paiae, Kabupaten Enaro Tali, Jayapura, sedangkan FM, adalah warga Kabupaten Belu, yang pernah bekerja di salah satu tambang emas di Papua. (teb)

Sumber : okezone.com

April 22, 2009

Bupati Lukas Enembe Paksa Warga Puncak Jaya Setujui Pemboman Markas Goliath Tabuni

Bupati Puncak Jaya Lukas Enembe sejak Sabtu (18/04) kemarin, memaksa warga Puncak Jaya untuk membuat pernyataan yang isinya meminta Mabes TNI untuk melepas bom di beberapa titik yang diketahui sebagai basis-basis pertahanan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB) pimpinan Gen. Goliath Tabuni.
Titik-titik pertahanan TPN-PB berhasil dipantau melalui fasilitas Google Earth dan Signal HP melalui komunikasi khusus antara seorang mata-mata Deputy V BIN dengan seorang staf Goliath Tabuni yang berhasil diperdaya oleh sang mata-mata.
Mata-mata tersebut berkomunikasi langsung dari Markas Pusat BIN (Badan Intelijen Negara) dan berbagai peralatan canggih dipakai untuk mendeteksi keberadaan Goliath Tabuni.
Bahkan, beberapa agen BIN, melalui usaha mata-mata ini, beberapa bulan lalu hampir lolos masuk ke Markas TPN-PB dengan menyamar sebagai aktivis Amnesty International asal Indonesia.
Setelah sukses melakukan pemetaan, selanjutnya dicari alasan untuk melegalkan pemboman. Disinilah Lukas Enembe langsung memainkan perannya sebagai Kepala BIN Wilayah Pegunungan Tengah dengan memaksa warga-nya membuat pernyataan yang isinya meminta dan mendukung pemboman markas TPN-PB.
Langkah ini juga terpaksa ditempuh karena TNI-Polri mengalami kesulitan dalam berhadapan dengan TPN-PB di wilayah ini. Penyebab utamanya adalah beratnya medan dan dukungan rakyat setempat yang sepenuhnya terhadap TPN-PB.
Penyebab lainnya adalah karena peralatan militer yang seimbang, khususnya dalam hal senapan serbu. Kedua pihak memiliki senapan berjenis sama : M-16, FNC, AK-47 dan SS-1.
Fakta membuktikan, TNI-Polri selalu berpikir seribu kali sebelum melakukan patroli di sekitar Mulia. Dari pantauan Blogsite ini, mereka hanya berkeliaran di sekitar kota Mulia sambil mengintimidasi dan mengejar masyarakat sipil yang mereka tuduh sebagai OPM. Hampir semua distrik dikuasai oleh TPN-PB.
Jubir Komando Tertinggi Militer Revolusi Papua Barat (KTMRPB), Iringgame Tabuni ketika dihubungi Blogsite ini menyayangkan sikap Enembe yang terkesan pengecut. “Sulit dibayangkan, sikap Anak Koteka yang satu ini, pengecut betul,” komentarnya singkat.
Sampai berita ini dilaporkan, Kaki-Tangan Enembe yang diback-up TNI-Polri terus bergerak ke basis-basis masyarakat dan menghasut mereka agar meminta Mabes TNI secepatnya melakukan pemboman.
Menurut rencana, permintaan warga yang direkayasa itu akan dituangkan dalam sebuah Pernyataan Sikap yang konsepnya sudah disiapkan. Pernyataan rekayasa tersebut direncanakan akan disampaikan dalam sebuah upacara ikrar kesetiaan terhadap NKRI-Pancasila-UUD 1945 dan Otsus bertempat di lapangan terbuka.
Lebih parah lagi, ribuan lembar bendera Merah-Putih berukuran besar yang menyerupai selimut dikabarkan telah disiapkan untuk membalut setiap tubuh warga yang direkayasa. ***

Di Nabire, Rumah Victor Yeimo Diserbu Polisi

Kebrutalan Aparat Penegak Hukum, dalam hal ini Polisi, ternyata tidak hanya terjadi di Sentani ketika mereka menyerbu kontrakan milik Buchtar Tabuni kemudian menembak dan menangkap 6 Mahasiswa yang tidak tahu-menahu dengan penyerangan Polsekta Abepura dan pembakaran Rektorat Uncen. Sabtu (18/04) kemarin, sekitar pukul 18.34 WPB, Polisi menyerbu rumah Victor F. Yeimo, Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) yang terletak di Jl. PDAM Nabire.
Mereka menembaki rumah, melakukan penggeledahan dan menahan 3 orang kerabat Victor Yeimo. Sementara Ibu Kandung Victor Yeimo yang sedang sakit keras tidak sempat ditangkap. Ketiga kerabat Victor itu baru dipulangkan pagi tadi setelah menjalani pemeriksaan di Polres Nabire semalam. Namun, Ponsel milik mereka ditahan oleh Polisi untuk memantau komunikasi dan keberadaan Victor Yeimo.
Melalui SMS kepada Redaksi Blogsite ini, Victor Yeimo mengaku kesal dengan tindakan Polisi yang boleh dikatakan biadab. Victor yang sedang berada di salah satu kota besar di pulau Jawa, melalui SMS itu menyebutkan, sebenarnya Polda Papua-lah yang paling bertanggung-jawab atas Penyerangan Polsek Abepura dan Pembakaran Rektorat Uncen karena mereka-lah yang sebenarnya membangkitkan emosi massa dengan memotong semua jalur demokrasi yang ditempuh rakyat Papua dalam beberapa bulan terakhir.
Penyerangan Polsekta Abepura yang gagal dan pembakaran Gedung Rektorat Uncen yang sukses sebenarnya dilakukan secara spontan oleh Rakyat Papua dan bukan dilakukan oleh Komite Nasional Papua Barat (KNPB) secara organisasi. Menurut beberapa aktivis KNPB, termasuk Victor Yeimo, bahwa KNPB bermaksud mengklarifikasi hal ini dalam sebuah jumpa pers, tetapi semua wartawan tidak berani meliput klarifikasi ini.
Menurut beberapa wartawan, diantaranya wartawan Cenderawasih Pos, mereka diintimdasi oleh Kapolda Bagus Ekodanto supaya tidak mempublikasikan pendapat dan klarifikasi KNPB dalam semua media massa lokal maupun nasional.
Saat ini penyisiran terus dilakukan untuk mencari pelaku penyerangan Polsekta Abepura dan Pembakaran Rektorat Uncen. Sekalipun aksi tersebut dilakukan secara spontan oleh Rakyat Papua secara massal, Polisi tetap menangkap siapa saja yang mereka mau tangkap asalkan dia orang Papua, secara khusus mereka yang berasal dari kawasan Pegunungan Tengah Papua.***

PERNYATAAN UMUM DIBALIK PENYERANGAN MAPOLSEK


KOMITE NASIONAL PAPUA BARAT(WEST PAPUA NATIONAL COMMITEE)
E-Mail : papuaemergency@yahoo.com,Blogsite : http://wptoday.wordpress.com,
Mobile :+6281248365281
________________________________________________________________________PERNYATAAN UMUM DIBALIK PENYERANGAN MAPOLSEKABEPURA & PEMBAKARAN KAMPUS UNCEN

I. Penyerangan di Mapolsek Abepura dan Pembakaran Kampus Uncen murni dilakukan oleh rakyat bangsa Papua Barat.
II. Aksi itu tidak ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan segelintir orang dalam kekuasaan negara Republik Indonesia, Partai Politik, Militer RI, Elit Lokal.
III. Latar belakang penyerangan terhadap Mapolsek Abepura dan Kampus Uncen adalah:
a. Konflik Politik Papua Vs Jakarta. Jakarta belum mempunyai kemauan politik dalam menyelesaikan akar persoalan Papua Barat secara damai dan bermartabat. Sebaliknya, Jakarta terus menerapkan kekerasan struktural dibumi Papua Barat. Rakyat Papua Barat mengalami kondisi penindasan dan penjajahan yang maha dasyat. Kebijakan Otonomi Khusus, Pemekaran, dll justru menambah masalah. Pembunuhan terhadap Manusia Papua Barat, Pencurian sumber daya alam Papua, pendropan pendatang yang semakin membludak di hampir seluruh pelosok wilayah Papua Barat.
b. Pemilu 2009 Bukan Pemilu orang Papua Barat. Banyak orang Papua Barat yakin bahwa mereka bukan warga negara Indonesia. Mereka juga yakin bahwa wilayah Papua Barat bukan merupakan bagian yang sah dalam kekuasaan negara Republik Indonesia. Sebagian yang lain kecewa karena calon legislative dan pemilih tetap dikuasai oleh para pendatang yang mana tidak sesuai dengan semangat Otonomi Khusus di Papua Barat. Rakyat Papua Barat telah mapan dalam menilai identitas dan dimana ideologi mereka bertumpu. Atas dasar itu reaksi penyerangan atau aksi-aksi spontan yang ditujukan kepada gedung KPU, dan aksi-aksi emosional yang lain harus disikapi dengan arif dan bijaksana. Ini bagian dari percikan api yang membara di atas wilayah Papua Barat. Pemilu bukanlah solusi dalam penyelesaian masalah Papua Barat.
c. Reaksi Emosional. Binatangpun tidak akan menerima penindasan dan penjajahan maha dasyat yang dilakukan oleh kekuasaan Indonesia di Papua Barat. TNI dan Kepolisian Indonesia sudah sangat buruk dalam memperlakukan kemanusiaan Papua. Aksi Damai dibalas dengan peluru. Banyak aktivis ditahan hanya karena melakukan aksi damai menuntut hak politik mereka. Polda Papua belum mengungkap pelaku pembunuhan Opinus Tabuni yang ditembak oleh oknum TNI/POLRI pada 9 Agustus 2008 di Sinapuk Wamena. Polisi membongkar tenda rakyat diatas makam alm. Theys H. Eluay, pembongkaran tenda dan penembakan terhadap 6 peserta demo damai di Nabire. Penyerangan terhadap rektorat Universitas Uncen Waena, Jayapura dilatarbelakangi oleh luka lama Mahasiswa akibat struktur kampus yang menghimpun para borjuis kampus yang tunduk kepada kekuasaan sambil menghilangkan hak dasar Mahasiswa, terutama mengenai otonomisasi kampus. Aksi emosional itu juga dilakukan karena terjadi diskriminasi kampus, khususnya Rektor Uncen yang menerapkan praktek sukuisme. Inilah yang melandasi rakyat Papua Barat secara emosional melakukan penyerangan terhadap Polsek Abepura dan Kampus Uncen. Lantas siapa yang bersalah? Ya pemerintah RI yang memancing terjadinya konflik di Papua Barat.
SERUAN DAN TUNTUTAN RAKYAT PAPUA BARAT :
1. Hentikan aktivitas kekuasaan negara Republik Indonesia di wilayah Papua Barat.
2. Pemilu 2009 di wilayah Papua Barat bukan solusi penyelesaian masalah.
3. Hentikan pendekatan militerisme dalam penyelesaian masalah Papua Barat.
4. Segera lakukan referendum untuk menyelesaikan status politik bangsa dan wilayah Papua Barat.
Demikian seruan dan tuntutan ini kami buat, atas perhatiannya kami ucapkan banyak terima kasih.
Port Numbay, 13 April 2009
Hormat kami,Victor F. YeimoKetua

April 12, 2009

Gender Development Project News (Indonesia dan Kenya)


JUBI- Sepanjang tahun 2006-2008, Stop AIDS Now! Gender Development Project telah diimplemntasikan di Indonesia dan Kenya. Beberapa pelajaran dan pengalaman layak dibagi untuk komunitas yang bekerja dalam isu HIV/AIDS, Gender dan HAMIEC MaterialsIndonesia-PapuaSebuah Kelompok jelas membutuhkan dukungan dalam mendidik masyarakat untuk tema Gender Development Project (GDP) secara terpadu. Di Papua, Foker LSM Papua dan Medicine Du Monde sedang mengembangkan manual / toolkit yang dapat digunakan oleh kelompok penerima manfaat mereka. Tantangan memang sangat besar karena harus memastikan bahwa manual yang dihasilkan nantinya cukup sensitif dan bermanfaat untuk digunakan oleh berbagai masyarakat dengan beragam budaya di Papua. KenyaDalam beberapa bulan terakhir, Perempuan dan Anak di Afrika telah dikoordinasikan untuk memproduksi-pengalaman dan hasil kerja yang didasarkan pada material KIE untuk GDP. AWC telah mengembangkan kaos dan poster yang telah didistribusikan kepada semua mitra organisasi. GDP Dalam BeritaKoalisi di Papua telah menerbitkan artikel di koran lokal ‘Tabloid Jubi’ tentang perkembangan kegiatan GDP dan relevansinya dalam bidang HIV/AIDS, gender dan hak asasi manusia di Papua.Beberapa artikel yang telah dipublikasikan di Tabloid Jubi antara lain : * (Monday, 19 January 2009): Tanpa Microchip, Raperdasi Penanggulangan HIV/AIDS Tetap Langgar HAM (Without Microchip, Raperdasi - Draft of Local Regulation under Papua Special Autonomy Law - still Breaking Human Rights) * (Wednesday, 26 November 2008): MRP Akan Mengawal Proses Pengesahan Perdasi (Papuan Asembly will be watching the ratification progress of Perdasi - Local Regulation under Papua Special Autonomy Law) * (Tuesday, 21 October 2008): Integrasi Isu HAM dan Gender Dalam Upaya Penanggulangan dan Pencegahan HIV/AIDS (Integration of Gender and Human Right Issues in HIV/AIDS Prevention and Treatment Activities) * (Friday, 05 September 2008): Laporan Narasi Stop Aids Now! Tahun 2007 Di Tanah Papua (I) (Narative Report of Stop Aids Now! in Papua, 2007, Part II)* (Friday, 28 March 2008): Laporan Narasi Stop Aids Now! Tahun 2007 Di Tanah Papua (II) (Narative Report of Stop Aids Now in Papua, 2007, Part I) Efektifitas BelajarMitra dari Proyek Pembangunan Gender di Kenya dan Indonesia telah berpartisipasi dalam lokakarya GDP untuk yang terfokus pada kebutuhan dari organisasi dan sejauh mana dampak yang telah dihasilkan oleh GDP. Selain itu, semua organisasi yang berpartisipasi telah mengisi kuesioner tentang pembelajaran dalam GDP sampai saat ini. Survei ini memberikan wawasan dan persepsi dari berbagai aspek GDP, termasuk manajemen strateginya. Dengan lokakarya dan survei ini, SAN! ingin menganalisis seberapa jauh efektifitas GDP Efektivitas, dalam konteks ini, merujuk kepada strategi, struktur, metode, dan kegiatan yang memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan utama dari proyek GDPProses proposal 2009-2010Organisasi yang terlibat dalam PDB telah menyusun proposal lanjutan kegiatan GDP 2009-2010. Tahap kedua GDP harus dibangun dari apa yang telah dicapai dan dipelajari dalam 2006-2008. Proposal yang diajukan difokuskan pada kegiatan khusus yang memperkuat pendekatan baik isu atau masalah, gap atau pertanyaan yang muncul dalam tahap pertama GDP.PenelitianKenyaSTOP AIDS NOW! telah mengintegrasikan riset inisiatif untuk membantu menentukan dampak dari proyek pada perempuan dan anak perempuan dari penerima manfaat lokal untuk mendukung kegiatan proyek. Dampak Penelitian dan Pengembangan Organisasi, sebuah penelitian berorientasi-organisasi non-pemerintah dari Kenya Barat, telah diselesaikan tahap pengumpulan datanya. Laporan akhir diharapkan bisa diselesaikan pada bulan Mei 2009.IndonesiaDemikian juga dengan laporan awal untuk Indonesia telah diselesaikan, namun editing akhir masih dilakukan. Saat ini, kelompok peneliti untuk sementara sedang telah memfasilitasi finalisasi data.Lokakarya tentang Hak Asasi Manusia, Lobby & AdvokasiSelama lokakarya kelompok yang terlibat dalam GDP mendapatkan pelatihan tentang lobby dan advokasi. Kelompok-kelompok di Kenya dan Indonesia menghadapi tantangan yang sama ketika datang untuk bekerja secara langsung dengan penerima pada masalah hak asasi manusia yang bersahabat dan dapat diakses dengan cara. Hal ini terutama disebabkan oleh bahasa teknis yang berlangsung dengan isu Human Rigths. (Diterjemahkan oleh Victor C. Mambor dari http://www.stopaidsnow.org/)


sumber : Tabloid Jubi

Mengorganisir Akses Layanan Kesehatan Kampung-Kampung Terpencil di Papua


ket:gambar(Tahapan pembuatan cerobong bulat yang dikembangkan oleh Medicins du Monde dan Primari yang bertujuan untuk membuat sebuah aset yang dilaksanakan sepenuhnya dari sumber daya lokal .Sumber : Newsletter MdM Edisi Maret 2009)

Medicine du Monde dan Perkumpulan Primari

JUBI - Provinsi Papua memiliki status kesehatan terendah dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia: masyarakat asli.Papua di pegunungan memiliki tingkat kematian bayi tertinggi dan harapan hidup saat lahir terendah. Diare dan infeksi pernafasan merupakan penyakit yang paling umum. Tetapi HIV/AIDS yang berkembang saat ini merupakan sebuah epidemi dalam komunitas. Masalah-masalah lain yang menambah peliknya situasi kesehatan di sana antara lain : asupan gizi yang tidak seimbang, minimnya akses terhadap pendidikan, dan kehidupan di honai -rumah yang penuh asap semalaman-Akses ke layanan kesehatan sangat sulit karena kebanyakan dari desa-desa di pegunungan hanya bisa dicapai dengan pesawat atau berjalan kaki. Sejak proses desentralisasi, tanggungjawab kesehatan masyarakat telah dialihkan ke tingkat kecamatan. Puskesmas-puskesmas akan didirikan di semua kecamatan dan rumah sakit akan didirikan di tingkat kabupaten. Namun, beberapa desa terpencil berjarak dua hari perjalanan dari Puskesmas pertama. Selain itu, pusat-pusat kesehatan yang tersedia masih berada dibawah standar dasar sebuah rumah sakit dan kurangnya sumber daya dan staf untuk menutupi kebutuhan pelayanan. Di desa-desa terpencil, petugas kesehatan lokal - mantri dan kader-kader memberikan pengetahuan dasar kesehatan namun jumlah dan sumberdaya mereka sangat terbatas. Outreach strategi: MDM bersama dengan Primari, salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat Lokal, menyelenggarakan pelatihan bagi kader-kader dari sembilan desa di Puncak Jaya. Seiring dengan pelatihan, dilakukan kunjungan tiga kali dalam setahun di masing-masing desa dalam rangka menindaklanjuti aktivitas yang dilakukan para kader: konsultasi pasien dan imunisasi. Kunjungan ini juga merupakan saat yang tepat untuk mendukung para kader dalam penyelenggaraan pendidikan kesehatan bagi masyarakat di desa mulai dari topik kebersihan hingga HIV / AIDS.Namun saat ini, MDM dan Primari memprihatinkan berkurangnya jumlah kader resmi di lapangan. Tanpa pemantauan yang jelas dari tingkat kabupaten, banyak kader tidak dapat dijumpai di desa-desa tempat mereka ditugaskan. Pada saat yang sama, Kader tidak diakui oleh otoritas kesehatan kabupaten yang ditemukan di beberapa desa. Di lokasi-lokasi dimana kader resmi tidak dapat dijumpai, MDM dan Primari ingin mendorong motivasi petugas kesehatan dengan memberikan dukungan dalam akses ke pelatihan dan sumber daya.Di pegunungan, perawatan kesehatan dasar dan struktur Kader adalah kekuatan yang perlu dikembangkan lebih lanjut dalam rangka memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat. Ada kendala yang cukup jelas yakni kurangnya dukungan dan pemantauan. Pekerja kesehatan setempat harus memiliki sumber daya yang memadai dan harus ditindaklanjuti untuk memastikan akses ke layanan kesehatan di desa-desa. Melalui strategi outreach, MDM dan Primari menyarankan cara untuk mengembangkan secara lebih baik akses masyarakat ke perawatan kesehatan. Tetapi dalam rangka memberikan keberlanjutan untuk tindakan ini, MDM Primari dan ingin mengembangkan lebih lanjut, saling bahu membahu dengan organisasi sipil, masyarakat dan intansi yang berwenang.Peluang Kerjasama Ke DepanSaat ini program yang dijalankan oleh otoritas kesehatan kabupaten di Puncak Jaya mulai bulan Desember adalah program 'Safe Papua'. Idealnya, program ini menyediakan satu mobile klinik setiap bulan selama satu minggu di desa jauh dari Puncak Jaya. Tim mobile klinik "Safe Papua" - perawat, apoteker, dokter dan teknisi laboratorium-memberikan konsultasi, terutama berkonsentrasi pada penanggulangan HIV/AIDS surveilan dengan rujukan ke rumah sakit di kabupaten Mulia.Seperti juga kegiatan Outreach serupa, MDM ingin memperkuat koordinasi di lapangan dengan tim "Safe Papua" melalui kerjasama dan saling menghargai keahlian - pengalaman, pengetahuan-teknis untuk melaksanakan kegiatan pembangunan di lapangan.Mengembangkan Pendekatan BaruMelibatkan PerempuanSelama kegiatan outreach di desa MDM bekerja sama dengan Kader dan Dukun bayi untuk memberikan perawatan kesehatan bagi ibu hamil. Sesi pendidikan kesehatan yang diberikan kepada kelompok perempuan di desa tentang bagaimana tetap sehat selama kehamilan dan setelah melahirkan. Ibu hamil mendapatkan imunisasi dan menerima layanan perawatan prakelahiran bersama sebuah safe delivery kit untuk memberikan perawatan pertama kepada bayi yang baru lahir.Tahun ini MDM tidak hanya meneruskan pelatihan selama kegiatan outreach tetapi juga akan mengatur pelatihan resmi dukun bayi dan kader. Sesi pelatihan ini diberikan bersama-sama dengan bidan-bidan puskesmas dan rumah sakit. Ini merupakan kesempatan baik untuk melatih secara lebih teliti semua perawatan yang diperlukan selama kehamilan dan kelahiran. Dengan cara ini semua dukun bayi/Kader akan memiliki dasar yang kuat dari pengetahuan dan keterampilan, sehingga mereka dapat memberikan perawatan yang optimal bagi perempuan dan bayi mereka. MDM akan menggunakan peluang selama kegiatan outreach untuk bekerja lebih erat dengan para perempuan dan mengarahkan mereka secara langsung dan spesifik pada isu-isu seperti pertumbuhan epidemi HIV / AIDS.Kesehatan MasyarakatDi pegunungan Papua, masalah kesehatan masyarakat yang paling utama adalah diare dan infeksi pernafasan. Untuk membangun sesi pendidikan kesehatan dengan masyarakat, Primari telah mulai dengan beberapa materi KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) sejak tahun lalu.Mengikuti sesi pendidikan dengan masyarakat pada masalah kesehatan, Primari mendorong diskusi tentang cara untuk meningkatkan tidak hanya sikap tapi kondisi kehidupan untuk menanggulangi diare dan infeksi pernafasan. Kemudian, Primari bersama masyarakat membangun satu set satu jamban dan satu cerobong asap untuk honai. Ini bisa merupakan sebuah contoh yang paling mendasar dan sederhana yang bertujuan untuk membuat sebuah aset yang dilaksanakan sepenuhnya dari sumber daya lokal.Ide dasarnya tentu saja untuk mencari solusi dari dalam masyarakat dan memberikan modal yang berarti bagi kelanjutan dari inisiatif ini. *
(Diterjemahkan oleh Victor Mambor dari Newsletter Medicins du Monde Edisi Maret 2009. Judul asli : Organising the access to health care for remote villages of Papua)
sumber : Tabloid jubi

Kenaikan Permukaan Air Laut Akibat Pemanasan Global : Ancaman Serius Bagi Wilayah Pesisir Kita


Oleh : Thomas F. Pattiasina*

Pemanasan global telah menjadi masalah dunia dan menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia, terutama negara yang mengalami industrialisasi.Pemanasan global pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan suhu pada lapisan atmosfer, air laut dan daratan. Aktivitas manusia seperti pembakaran bahan kayu, batubara, minyak, gas dan gasoline telah menyebabkan peningkatan konsentrasi selimut gas di atmosfer (gas rumah kaca) sehingga melebihi konsentrasi yang seharusnya. Hal ini menyebabkan radiasi yang dipantulkan bumi terhambat sehingga radiasi terakumulasi di atmosfer yang mengakibatkan suhu rata-rata di seluruh permukaan bumi dan laut meningkat. Menurut IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change), yaitu suatu badan yang dibentuk WMO (World Meteorological Organization) dan UNEP (The United Nation of Environment Program), suhu rata-rata bumi meningkat sekitar 5 oC (derajat Celcius) dalam kurun waktu 100 tahun terakhir. Laju kenaikan suhu bumi ini, bahkan mencapai rekor tertinggi pada 10 tahun terakhir. Peningkatan suhu permukaan bumi telah menyebabkan pemuaian air laut dan mencairnya salju-salju abadi yang pada gilirannya akan menyebabkan naiknya permukaan air laut (sea level rise) khususnya terhadap wilayah pesisir. IPCC mengindikasikan bahwa kenaikan muka air laut secara global telah mencapai 20-25 cm dalam kurun waktu 100 tahun terakhir. Proyeksi ke depan menunjukkan bahwa skenario global terburuk adalah bahwa pada tahun 2100 nanti kenaikan muka air laut rata-rata mencapai 95 cm. Namun demikian, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya kecenderungan peningkatan muka air laut lebih cepat daripada proyeksi tersebut. Hal ini terutama disebabkan belum adanya upaya-upaya serius dan komitmen yang kuat dari masyarakat dunia untuk menangani masalah pemanasan global. Wilayah pesisir adalah daerah yang akan mengalami dampak buruk dari fenomena kenaikan muka air laut secara global ini. Secara umum, kenaikan muka air laut akan mengakibatkan dampak di wilayah pesisir sebagai berikut: meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, perubahan arus laut dan meluasnya kerusakan mangrove, meluasnya intrusi air laut. Dampak lain adalah meningkatnya abrasi pantai, menurunnya kualitas air permukaan, berkurangnya lahan-lahan produktif di sektor pertanian, bekunya aktifitas-aktifitas industri dan bisnis yang diakibatkan oleh kerusakan/terganggunya infrastruktur. Disamping itu dampak serius lainnya adalah berkurangnya atau hilangnya pulau-pulau kecil. Terkait dengan hal ini, negara-negara maju yang kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai. Indonesia adalah salah satu dari negara-negara di Asia yang rentan terhadap dampak kenaikan muka air laut. Hasil kajian para ahli memperkirakan bahwa apabila diasumsikan tidak ada upaya adaptasi dan tidak terjadi perubahan jumlah populasi penduduk Indonesia, maka kenaikan muka air laut setinggi 1 meter saja dapat menyebabkan sekitar 2 juta orang harus mengungsi dari rumahnya. Berdasarkan hasil pemantauan Departemen Kelautan dan Perikanan serta Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), kenaikan muka air laut di Indonesia rata-rata 5-10 milimeter per tahun. Kenaikan permukaan air laut 5-10 milimeter per tahun itu cukup kecil tetapi dalam hitungan waktu puluhan tahun akan banyak berarti dalam menimbulkan kerusakan lingkungan pesisir. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Asian Development Bank, dampak kenaikan muka air laut dan banjir diperkirakan akan memberikan gangguan yang serius terhadap wilayah-wilayah seperti: Pantai Utara Jawa, bagian timur Sumatera, bagian Selatan Kalimantan, bagian Barat Daya Sulawesi, dan beberapa tempat pada pesisir Barat Papua seperti Kabupaten dan Kota Sorong, Teluk Bintuni dan Merauke. Dihadapkan dengan ancaman tersebut maka diperlukan usaha-usaha untuk mengurangi dampak dari masalah kenaikan muka air laut ini. Salah satu upaya penting yang dapat dilakukan adalah mengurangi masalah efek rumah kaca sehingga dapat memperlambat laju pemanasan global. Beberapa aksi nyata yang dapat dilakukan antara lain: membudayakan gemar menanam pohon, mewajibkan penanaman kembali bibit pohon yang sama dengan jumlah yang lebih banyak setelah melakukan penebangan, tidak membuka lahan dengan cara membakar, hemat energi, penggunaan alat transportasi umum dan kendaraan yang berbahan bakar ramah lingkungan, dan mengurangi emisi gas buangan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah mengupayakan adanya sinergi antara kepentingan ekonomi dengan lingkungan dalam pemanfaatan ruang wilayah pesisir. Selain upaya untuk mengurangi efek rumah kaca tersebut di atas, dalam rangka mengantisipasi ancaman penggenangan lahan oleh air laut akibat kenaikan muka air laut di wilayah pesisir, ada tiga alternatif yang dapat ditempuh, yaitu: pola perlindungan (protective), pola akomodatif (accommodative), dan pola mundur (retreat). Pola perlindungan (protective) adalah upaya untuk mitigasi dampak kenaikan muka air laut dengan cara membuat bangunan pantai atau merehabilitasi vegetasi pantai terutama mangrove yang bertujuan untuk melindungi pemukiman, daerah wisata, daerah industri, infrastruktur jalan dan lain-lain terhadap penggenangan oleh air laut. Pola akomodatif (accommodative) adalah upaya penyesuaian dengan kenaikan muka air laut dengan cara modifikasi model bangunan di wilayah pantai agar aman dari genangan air laut, terutama pada saat kondisi air pasang. Model bangunan yang dapat dikembangkan adalah model bangunan panggung. Disamping itu penyesuaian dalam pola penggunaan lahan dapat pula dilakukan. Sebagai contoh, misalnya lahan yang sebelumnya digunakan sebagai lahan pertanian atau budidaya lainnya, dapat dikonversi menjadi lahan-lahan untuk budidaya perikanan. Pola yang terakhir adalah Pola Reatret, yaitu upaya untuk merelokasikan permukiman penduduk, industri dan daerah pertanian ke tempat lain yang lebih tinggi untuk menghindari penggenangan oleh air laut. Kenaikan muka air laut akibat pemanasan global terjadi akibat kelalaian kita, manusia dalam memanfaatkan dan mengelola sumberdaya alam yang telah dianugerahkan kepada kita. Sekarang saatnya kita berkomitmen dan melakukan aksi nyata untuk mengurangi kerusakan lingkungan dan dampaknya, demi untuk kehidupan yang lebih baik dan terutama demi masa depan generasi penerus kita. (*) Staf pengajar pada Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPPK) Universitas Negeri Papua (UNIPA) Manokwari
sumber : Tabloid Jubi

Penggerebekan Kantor Dewan Adat Papua, Pelecehan Terhadap Harga Diri Orang Asli Papua

Ket : Gambar (puing-puing pondok mahasiswa yang di bakar hingga rata dengan tanah dalam penggerebekan kantor DAP/foto:Jubi-Victor Mambor)
JUBI---Situasi disekitar Kantor Dewan Adat Papua (DAP) siang itu nampak mencekam. Situasi penuh ketakutan itu berawal dari dibakarnya sebuah pondok dan pengambilan sejumlah berkas dokumen DAP oleh puluhan polisi berseragam lengkap. Benarkah DAP adalah bagian dari Organisasi Papua Merdeka (OPM)? Atau hanya dikambinghitamkan oleh oknum tertentu ? Dari penggeledahan itu aparat kepolisian berhasil membakar sebuah Pondok karyawan yang terletak dibelakang kantor DAP. Peristiwa penggerebekan Kantor DAP di Kelurahan Heram, Distrik Heram, Kota Jayapura itu terjadi pada Jumat pekan kemarin sekitar pukul 11.00 WIT. Saat itu, petugas Direskrim Polda Papua berhasil menyita 2 senjata api laras pendek serta beberapa lembar bendera Bintang Kejora berukuran kecil. Lewat beberapa jam kemudian, Polda Papua kemudian menggelar sebuah jumpa pers terkait penggerebekan kantor DAP. Serasa dibakar jenggot dan difitnah, DAP kemudian menggelar jumpa pers serupa untuk mengklarifikasi tuduhan tersebut. Namun sayangnya, gelar jumpa pers oleh DAP sudah terlambat. Kesan terhadap DAP telah dipaku kepada masyarakat bahwa lembaga ini telah menyimpan sejumlah dokumen berbahaya. Yang lebih disayangkan adalah tindakan aparat kepolisian yang menyita sejumlah berkas DAP yang sangat jauh dari kesan keterlibatan lembaga ini dengan OPM. Misalnya, pengrusakan terhadap fasilitas Kantor DAP dan pengambilan data yang tersimpan didalam hardisk komputer. Sejumlah laptop diduga juga turut raib dalam penggeledahan tersebut. Sekretaris Umum DAP, Leonard Imbiri, Konsultan Hukum DAP, Iwan Niode, SH serta Sekjen Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Indonesia (AMPTI), Markus Haluk kepada pers di Kantor DAP, Sabtu kemarin mengatakan penggerebekan tersebut tidak sesuai prosedur. Menurut Niode, pihaknya tidak setuju dengan pemberitaan sebuah stasius televisi nasional yang memberitakan saat terjadi penggerebekan Kantor DAP, aparat keamanan berhasil menciduk 15 orang yang diduga anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) serta menyita dua senjata api (senpi), 8 buah anak panah, 1 ikat bendera Bintang Kejora mini , 1 lembar daftar nama gerakan kembali ke tanah air dan 1 buah buku warna merah tentang struktur organisasi tentara revolusi Papua Barat. “Pemberitaan itu terlalu mengada-ada,” tegasnya.Dikatakan Niode, terkait penangkapan 15 mahasiswa yang dituduh sebagai anggota OPM, pihaknya membantahnya. Dikatakan, 15 mahasiswa yang berada di Kantor DAP saat peristiwa penggerebekan bukan sebagai anggota OPM. “Soal DAP sebagai markas OPM tidak benar karena mahasiswa tak pernah melakukan pelanggaran hukum. Mereka ada di Kantor DAP karena kantor tersebut adalah tempat masyarakat adat dan anak adat berhak berkumpul dan berdiskusi soal pembangunan di Papua sehingga tak perlu memberikan stigma separatis terhadap mereka,” kata Niode. Lebih lanjut, Niode menuturkan, penyitaan dan penggerebekan suatu tempat yang diduga menyimpan barang-barang yang dianggap berbahaya dan merugikan masyarakat semestinya memperlihatkan surat izin dari Pengadilan Negeri dengan menyertakan minimal dua orang saksi dari lembaga pemerintahan setempat. “Kalau tak ada saksi kita tak tahu apa yang dilakukan saat dilakukan penggerebekan,” katanyaDari peristiwa penggerebekan itu, ditaksir jumlah kerugian mencapai puluhan juta rupiah. Peristiwa ini membuat sejumlah karyawan DAP yang sedang bekerja berhamburan keluar kantor. “Saya tidak bisa kasih informasi, nanti sudah,” ujar seorang karyawan DAP. Peristiwa penggeledahan ini memang berhasil mencuri perhatian warga yang bermukim di sekitar TKP. Sementara itu, Sekretaris Umum DAP, Leonard Imbiri mengatakan, peristiwa penggerebekan Kantor DAP berawal dari seorang wanita yang sedang berada di Kantor DAP. Tanpa sengaja wanita itu berjumpa seorang yang tak dikenal. Orang itu mengatakan agar segera mengamankan tas yang diletakan diatas meja karena sebentar lagi tempat ini akan digerebek. Saat masuk dan membuka tas, ternyata didalamnya telah ada dua buah senjata api. Imbiri menegaskan, peristiwa penggerebekan Kantor DAP merupakan keprihatinan terhadap pembangunan demokrasi di Indonesia dan kegagalan pemerintah sekarang dalam menangani pelbagai persoalan khususnya di Tanah Papua. Tindakan penggerebekan tersebut tak memberikan indikasi jelas kepemilikan senjata api (senpi). Hal ini, lanjut Imbiri, merupakan tindakan pelecehan terhadap masyarakat adat. Aparat keamanan juga, kata dia sebenarnya belum memiliki pemahaman tentang UU Otsus yang intinya memberikan perlindungan bagi orang asli Papua. “Ini merupakan suatu skenario untuk mencemari institusi masyarakat adat. Tetapi saya tak tahu siapa lembaga yang menjalankan skenario tersebut. Saya tak mau menuduh,” ujar Imbiri. Untuk itu, lanjut Imbiri, pihaknya meminta agar aparat keamanan bertanggung jawab terhadap seluruh dokumen DAP yang tak terkait tujuan penggerebekan tersebut segera dikembalikan.Tindakan Polisi Pasca penggeledahan kantor DAP, puluhan aparat keamanan langsung berjaga dengan senjata lengkap. Mulai dari depan Gapura Expo, Perumnas I, Waena hingga disekitar Kantor DAP. Tampak 2 truck Brimob Jayapura diparkir dan dikelilingi sejumlah polisi. Setelahnya, razia dan pemeriksaan pun digelar aparat secara kontinyu terhadap warga sipil. Dalam razia tersebut, polisi menyita sajam masing-masing satu ikat panah dan satu busur serta tali jubi. Uria Robert Keny, salah seorang mahasiswa yang diciduk saat penggerebekan Kantor DAP mengaku, beberapa saat pasca penggerebekan, 15 mahasiswa yang diduga anggota OPM tersebut diikat tangannya dengan tali rafia dan digiring untuk naik diatas kendaraan operasional milik Polda Papua. Ke-15 mahasiswa itu ditahan Polda Jayapura. Tindakan polisi tersebut tidak saja mendapat kritikan dari sejumlah pihak. Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Indonesia (AMPTI) bahkan mengecam tindakan itu sebagai pelecehan. Ketua AMPTI, Markus Haluk mengatakan, tindakan aparat keamanan dengan membakar honay (rumah adat Papua) merupakan pelecehan terhadap martabat rakyat Papua. Kantor DAP merupakan simbol harga diri, kultur, roh, alam semesta rakyat Papua. Sehingga pihaknya merasa sangat dilecehkan. ”Kalau ada indikasi tersimpan senpi kasitau secara manusiawi. Ini bukan kantor teroris. Peristiwa ini jangan terulang kembali. Harap ini yang pertama dan terakhir kali,” tutur Haluk. Senada halnya, Ketua DAP, Forkorus Yaboisembut menuturkan, penggerebekan tersebut merupakan sebuah rekayasa murahan yang sudah basi. Hal tersebut dilakukan untuk melakukan jebakan kepada DAP sebagai organisasi masyarakat yang vokal dengan pelanggaran-pelangaran HAM yang terjadi di Tanah Papua. Ujungnya, kevokalan tersebut dianggap berbahaya dan membuat Pemerintah Republik Indonesia menjadi takut.Menurut Forkorus, pihaknya juga telah melaporkan peristiwa penggerebekan Kantor DAP kepada Kedutaan Besar AS di Jakarta. Bahkan Forkorus mengaku, penggerebekan tersebut awalnya diketahui dari laporan Kedutaan Besar Negeri Paman Sam di Jakarta. “Saya ingin melihat keseriusan aparat penegak hukum untuk memproses hukum oknum mahasiswa yang sengaja menyimpan senjata api di Kantor DAP itu. Jalankan dan hormati hukum, jangan asal main hakim sendiri,” pungkasnya. (Yunus Paelo/Musa Abubar)


sumber : Tabloid jubi

April 08, 2009

Penggrebekan, penggeledahan, Penyergapan ataukah Sweeping ‘biasa?” (Bagian 2)


Intinya 14 orang tersebut dibebaskan, 2 diantaranya yakni Mariben Kogoya dan Dina Wanimbo dikenakan wajib lapor berkaitan dengan keberadaan 2 pistol dan barang–barang milik mereka juga akan dikembalikan. Empat belas Orang berikut tim PH dan LSM meninggalkan Polresta Jayapura sekitar pukul 11.30 WP tanggal 4 April 2009, menuju kantor ALDP, setelah dilakukan diskusi mengenai langkah-langkah ke depan, mereka diantar kembali ke kantor DAP, sedangkan Tim PH menuju Polda untuk mendampingi 3 orang lainnya. Sayangnya hari itu Polda Papua menggelar rapat antara Reskrim Polda, penyidik dan kapolda sehingga direncanakan untuk bertemu pada hari senin tanggal 6 April 2009. Pada pertemuan senin tanggal 6 April 2009 pembicaraan dilakukan berkaitan dengan persiapan pemeriksaan yang direncanakan tanggal 7 april 2009, pada jumat dan sabtu sebelumnya ketiga aktifis tersebut sudah juga diperiksa.Serafin Diaz, Musa Tabuni dan Yance Mote alias Amoye tetap ditahan sambil mengikuti proses penyidikan di Polda Papua. Yance Mote sebenarnya satu dari lima belas orang yang dibawa pada saat pegeledahan di Kantor DAP, akan tetapi dia tetap ditahan berkaitan dengan orasinya di tanggal 10 Maret 2009. Untuk Serafin Diaz nampaknya Polisi memiliki pertimbangan tersendiri sebab proses penyidikan terhadapnya kemungkinan akan difollow up di Jakarta, dengan kata lain Diaz akan dipindahkan ke Mabes Polri. Hal ini terkait dengan record Diaz di Mabes Polri atas keterlibatannya pada aksi massa di sejumlah tempat yakni di Jawa dan Bali. Setelah coba dikonfirmasikan keberadaan Diaz ke aktifis KNPB, ternyata tidak banyak yang mengetahui latar belakang aktifis asal Tomor Leste tersebut. Menurut pengakuan Diaz, saat ditemui di Polda tanggal 6 April 2009, Diaz datang ke Jayapura pada tanggal 19 Januari 2009 dari arah Surabaya, dia tercatat sebagai mahasiswa pada salah satu perguruan tinggi di Denpasar sejak 2002 dan mengenal serta bergabung dengan aktifis Papua yang kuliah di Jawa dan Bali sekitar tahun 2006. Begitu sampai di Jayapura Diaz yang dikenal dengan sebutan ‘Jenderal’ langsung menjadi salah satu orator demo di 10 Maret 2009, juga di depan pengadilan saat sidang Buktar. Kala itu beberapa orang teman yang melihat Diaz orasi di pengadilan sempat juga bertanya-tanya mengenai latar belakang aktifist tersebut. Keberadaan Diaz bagi sebagian orang mengingatkan pada sosok Maman, aktifis yang muncul pertama kali saat demo mogok makan di DPRP menyusul sidang kasus Abepura di Makasar. Lantas Maman mulai aktif dan terakhir terlihat waktu demo 16 Maret 2006, kemudian Maman menghilang. Serafin Diaz ditahan dengan SP.HAN/17/IV/09/DITRESKRIM, Musa Tabuni ditahan berdasarkan SP.HAN/18/IV/09/DIRESKRIM dan Yance Mote ditahan berdasarkan SP.HAN/19/IV/09/DIRESKRIM dengan tuduhan pasal 106 dan 160 KUHP, (Makar dan Penghasutan). Sore tanggal 4 april 2009, sekretaris DAP didampingi Iwan Niode SH dan aktifis KNPB melakukan jumpa pers untuk mengklarifikasi peristiwa dan pemberitaan tersebut. Sekretaris DAP, Leonard Imbiri dengan tegas mengatakan bahwa peristiwa penggeledahan itu menunjukkan proses penegakan hukum tidak dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku sebab dia tidak melihat adanya alasan yang jelas dari penggeledahan tersebut. DAP juga tidak memiliki program untuk memiliki senjata api dan dokumen resmi DAP adalah hasil-hasil sidang yang ditandatangani DAP, diluar itu bukan merupakan dokumen DAP. Saat di ruangan Kasatreskrim Polresta, bersama wartawan Cepos, Latifah Anum Siregar mengatakan ..’…berita di cepos harus diluruskan demi posisi dan kepentingan semua pihak..”Dia juga meminta pihak Polresta Jayapura menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya. Ketua DAP Forcorus Yaboisembut pada Cepos tanggal 6 April 2009, mengatakan bahwa penggrebekan Kantor DAP itu rekayasa dan jebakan. Karena DAP sebagai organisasi masyarakat yang vocal dengan pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi di Tanah Papua. ”Aksi seperti itu sudah basi karena DAP dianggap sebagai organisasi yang berbahaya bagi keutuhan Republik Indonesia..”. Forcorus juga meminta pihak Polda mengembalikan fasilitas dan barang-barang kantor DAP yang disita. ”Peralatan yang berbau pidana silahkan kamu tahan sebagai barang bukti dari para pemiliknya, sedangkan fasilitas kantor DAP segera dikembalikan..”. Kejadian tanggal 3 dan 4 April 2009 menimbulkan beberapa pertanyaan. kepemilikan 2 pistol yang masih misterius dan juga mengenai kejadian di Kantor DAP. Apakah itu pengerebekan, penggeledahan atau sweeping? Jika dikaitkan dengan peristiwa Pelabuhan dan tikungan Ale-ale, maka penggerebekan tentu harus menggunakan prosedur resmi yakni, dengan menunjukkan surat perintah Penggeledahan serta didampingi RT. Jika tidak ada hubungannya dengan kedua peristiwa sebelumnya, maka petimbangan seperti apa yang menjadi alasan kuat bagi aparat kepolisian untuk menuju ke kantor DAP mengikuti beberapa aktifis, lantas melakukan penggeledahan dan bukan sweeping biasa. Sebab kalau disebutkan sweeping tentu saja aktifitas dan dampak yang ditimbulkan tidak ‘separah’ seperti yang terlihat setelah mereka meninggalkan kantor DAP. Mereka merusak pintu – pintu ruangan yang terkunci, membongkar lemari, meja, mengambil hardisk, CPU bahkan motor milik penjaga kantor DAP. Jadi, apapun alasannya sweeping, penggeledahan atau penyergapan tetap harus diminta klarifikasi dan pertanggungjawabannya. Apalagi akibat yang ditimbulkan dari peristiwa tersebut sangat merugikan posisi dan pencitraan DAP. Bahkan berita dari stasiun RCTI siang hari tanggal 4 April 2009 menyebutkan ada 17 orang anggota OPM ditangkap dan menyembunyikan senjata. Ataukah ini memang bagian dari scenario tersebut?. Hingga hari ini para aktifis KNPB kembali di kantor DAP. Sejak digusur dari makam Theys di Sentani, mereka menjadikan kantor DAP sebagai titik kumpul. Setiap harinya paling tidak ada sekitar 10 -15 orang yang berada di kantor tersebu. Pada malam hari jumlah mereka lebih banyak. Oleh DAP mereka diberikan hanya satu ruangan saja, selebihnya mereka menaruh barang-barang seperti ransel dan buku-buku di ruang tengah sedangkan ruangan lainnya dalam posisi terkunci. Mereka juga mendirikan tenda yang menempel pada halaman belakang kantor DAP. Sebelumnya daerah Expo, Waena dan sekitarnya memang sudah menjadi wilayah komunitas orang dari pegunungan yang sebagian besar menempati anjungan eks pameran. Keberadaan aktifis KNPB ditambah dengan maraknya kampanye dan pengerahan massa asal penggunungan, maka tidak bisa dipungkiri konsentrasi dan mobilisasi orang pengunungan makin meningkat. Dan dengan alasan pengamanan menjelang Pemilu, sweeping dan patroli di sekitar daerah tersebut tetap berlangsung. Para akitifis KNPB nampaknya tak juga mau tinggal diam, hingga tanggal 7 April 2009, mereka kembali melakukan aksi di depan Expo, Waena. Menjelang Pemilu 2009 terjadi ekalasi kekerasan yang meningkat di Papua. Di Wamena pada tanggal yang sama 3 April 2009, terjadi juga penangkapan terhadap 2 orang aktifis dan 1 orang pelajar yakni Matius Wuka, Ronny Marian dan Andre Wetipo (pelajar kelas 3 SMU YPK Wamena). Kemudian mereka dilepas keesokan harinya. Kasus lain yang dimulai pada awal Januari di Tingginambut, Mimika dan beberapa tempat lainnya termasuk Nabire 7 April 2009 tentu mengundang tanya apa sesungguhnya yang sedang terjadi? Apa yang bisa dipahami, jika pelaku di Tingginambut, termasuk 9 Agustus 2008 di Wamena dan tempat lain tidak bisa ditangkap apalagi diungkap, tapi di lain sisi DAP yang aktifitasnya akhir-akhir ini dicurigai sebagai bagian dari gerakan separatis. Menyusul beberapa aktifisnya digiring ke proses hukum dengan gampang diobok-obok oleh polisi. Siapa yang sedang merilis, pesan apa yang mau disampaikan kepada siapa dari kejadian-kejadian tersebut?.

Keterangan foto : Pendampingan terhadap Musa Tabuni,Yance Mote dan Serafin Diaz di polda Papua tanggal 6 april 2009, Andawat.


Sumber : Aliansi Demokrasi untuk Papua

Penggrebekan,penggeledahan, Penyergapan ataukah Sweeping ‘biasa?” (Bagian 1)


oleh : andawatJumat, (3/04) sekitar pukul 12.00 WP Kantor Dewan Adat Papua (DAP) yang beralamat di kompleks ekspo Waena, didatangi oleh pihak aparat keamanan dari satuan Polresta Jayapura dengan menggunakan 3 truck dan 1 mobil kijang mereka memasuki halaman kantor DAP dan mulai menggeledah kantor tersebut dengan mendorong pintu depan.Beberapa anggota langsung masuk ke ruangan -ruangan mengambil beberapa buku, bendera bintang kejora hiasan berukuran mini, tas, dokumen, spanduk, laptop, 1 unit computer serta membawa 14 orang aktifis KNPB.Tidak hanya itu,aparat kepolisian juga mendapat 2 senjata api yang belum diketahui pemiliknya. Senjata ini didapat ketika aparat mulai mengumpulkan orang – orang yang berada di kantor di teras depan kantor.Konon senjata tersebut dilihat oleh salah seorang petugas terletak di atas tas ransel di belakang 2 orang yang dicurigai oleh polisi sebagai ‘pemiliknya’ yakni Mariben Kogoya dan Dina Wanimbo. Mereka semua langsung dibawa dengan menggunakan truck Dalmas ke Polresta Jayapura. Akibat dari pengerebekan, beberapa barang milik kantor tersebut rusak parah seperti 4 pintu, computer, lemari dan barang-barang lainnya. Menurut saksi yang berada di sekitar kantor, bahwa pada awalnya ia sedang membersihkan halaman di sekitar rumahnya yang berada tepat di samping kantor tersebut sekitar pukul 11.30 WP, namun kira-kira 25 menit kemudian tiba-tiba terdengar bunyi sirine mobil polisi yang langsung memasuki halaman kantor kemudian aparat polisi berpakaian lengkap mulai menggeledah kantor. Hingga kini belum diketahui pasti motif yang jelas dari penggeledahan tersebut, dan ke 15 orang yang dibawa ke Polresta Jayapura tidak diketahui secara pasti keterlibatan atau dugaan criminal yang mereka lakukan. Ada cerita berkembang, bahwa penggeledahan kantor DAP diawali dengan kejadian di sekitar jalan raya padang bulan menuju TMP,atau yang lebih dikenal dengan nama “tikungan ale-ale”.Memang pada pagi itu,jum’at 3 april 2009 terjadi keributan soal sengketa tanah atas nama Pengusaha Rasli dengan masyarakat pengunungan saat akan dilakukan pengerukan.Ketika itu Tim satuan Polda datang untuk membantu menyelesaikan.Saat menuju lokasi,mobil truk milik Polda dipanah oleh sekelompok orang pengunungan dan hal itu yang menyebabkan tim Polda Papua menuju ke kantor DAP di depan Expo Waena untuk mencari pelaku. Menurut versi yang lain,bahwa kejadian ini berawal dari penangkapan terhadap 2 orang aktifis mahasiswa di pelabuhan Jayapura yaitu Serafin Diaz dan Musa Tabuni alias Mako Tabuni yang baru saja datang dari Sorong dengan menggunakan KM LAbobar pada pagi hari ditanggal yang sama(3 april 2009). Penangkapan mereka terkait dengan aksi demonstrasi dari DAP dan KNPB pada tanggal 10 maret di Expo Waena,kantor Pos Abe dan DPRP dilanjutkan dengan mencari beberapa activist lainnya ke kantor DAP yang terlibat dengan aksi tersebut. Ketika Latifah Anum Siregar SH,mengecek kebenaran informasi seputar kejadian di Polresta Jayapura sambil mendampingi 14 orang aktifis KNPB.Kasatreskrim polresta Jayapura menjelaskan kronologis yang berbeda.Yaitu bahwa intinya pada hari jumat tanggal 3 april 2009 ada 3 kejadian yang berbeda.Pertama,penangkapan Serafin Diaz dan Musa Tabuni di pelabuhan Jayapura berkaitan dengan peristiwa unjuk rasa saat tanggal 10 maret 2009.Kedua,peristiwa masalah tanah di tikungan ale-ale padang bulan dan ketiga,penggeledahan kantor DAP, menurutnya bahwa ketiga kejadian tersebut terpisah.Anggota polisi yang membantu penyelesaian kasus tanah tim yang berasal dari Polda sedangkan yang melakukan penggeledahan adalah tim gabungan.Menurutnya,sebenarnya tujuan Tim adalah melakukan sweeping di wilayah Expo Waena dan sekitarnya,seperti yang pernah dilakukan sebelumnya.Akan tetapi pada saat Tim tiba di lokasi Expo,massa yang banyak berkerumun di depan kantor DAP berlarian menuju kantor DAP,atas alasan itulah tim Polresta bergerak menuju kantor DAP. Sore setelah kejadian, situasi sempat tegang,informasi berkembang bahwa akan nada penyisiran ke beberapa pemukiman orang pengunungan termasuk asrama mahasiswa.Namun yang terjadi adalah meluncurnya 4 truk Dalmas yang bergerak dari arah Jayapura,berputar sebentar di Buper Waena dan kembali turun di sekitar Expo.Aparat kepolisian di dalamnya langsung melakukan sweeping dari rumah ke rumah yang berada di wilayah Expo,tepatnya anjungan – anjungan yang sudah menjadi rumah tinggal,setelah itu mereka terus berjaga-jaga dimuka jalan.Keesokan harinya(4/4/2009) masih dilakukan patrol oleh pihak kepolisian di sekitar lokasi tersebut.”pasukan akan terus melakukan pengaman berkaitan dengan menjelang Pemilu..” jelas kapolresta Jayapura saat ditemui pagi hari(4/4/2009)…”saat ini pengamanan malam hari tidak lagi dengan tongkat polisi akan tetapi dengan senjata lengkap..’jelasnya. Berkaitan dengan penemuan 2 pucuk senpi jenis Bareta buatan Italia yang secara phisik mirip pistol jenis FN.Bareta menggunakan peluru yang agak berbeda,berbentuk besi bulat-bulat mirip agel. Bareta bukan senjata standar,dikenal sebagai senjata pengawasan,bukan juga senjata milik kesatuan organic.Bareta yang lama beredar melalui pasar gelap dari gudang-gudang senjata di dearah konflik sedangkan produksi yang baru sekarang ‘dijual’ bebas. Bareta,ditemukan di dalam ransel milik Mariben Kogoya dan Dina Wanimbo,ketika ditanya keduanya tidak menjawab.Sesampai di polresta Jayapura,barulah kedua aktifis tersebut mengatakan bahwa benda tersebut bukan milik mereka akan tetapi ‘dititipkan dan mereka tidak tahu milik siapa.Pernyataan tersebut hingga kini masih misterius,sebab menurut pengakuan para aktifis KNPB tidak ada satupun yang memiliki senjata tersebut.Mariben Kogoya dan Dina Wanimbo memberikanketerangan di polresta dengan maksud bahwa mereka sebenarnya tidak mengetahui kalau senjata tersebut ada di atas tas mereka,bukan di dalam tas,seperti penjelasan pihak kepolisian. Masih mengenai senjata tersebut,seorang saksi mata di TKP menjelaskan bahwa dia sempat mendengar seorang polisi mengatakan “itu kamu punya pistol kah?”sambil menunjuk ke belakang kedua aktifis tersebut.Saat itu terjadi penggeledahan tanpa perlawanan,semua aktifis duduk tegang di depan teras sehingga tidak sempat melakukan sesuatu apapun.Saksi itu sempat mengambil gambar pistol di atas ransel dan seorang anggota polisi berpakaian preman yang membuka sarung pistol tersebut.Misteri pistol ini harus diungkapkan dengan jujur. Setelah 15 orang dibawa ke polresta Jayapura untuk dilakukan interogasi,mereka kemudian digiring ke polda Papua sore harinya.Akan tetapi tidak jelas terjadi koordinasi seperti apa di tingkat kepolisian, kemudian malam harinya mereka dikembalikan ke Polresta Jayapura,kecuali Yance Mote.Keesokan paginya,beberapa Pengacara dan aktifis LSM seperti Iwan Niode,Latifah Anum Siregar,Faisal Tura,Hamim Mustafa dari ALDP, Koordinator KontraS Papua Harry Maturbongs,Gustaf Kawer,Pieter Ell,Jimmy Ell dan Johanis Gewab mendatangi Polresta Jayapura.Tim tersebut sempat bertemu dengan kapolresta Jayapura didampingi kasatreskrim polresta J Takamuli mendiskusikan kondisi dan status ke 14 orang tersebut (Mariben Kogoya,Dina Wanimbo,Charles Asso,Herad Wanimbo,Ogra Wanimbo,Terry Setipo,Fendi Taburai,Nerius Sanimbo,Uria Kehy alias Uri (staff DAP),Leonard Loho,Sepa pahabol,Viona Gombo,Nus Kosay dan Yohanes Elopere).


Sumber : Aliansi Demokarasi untuk Papua

Aksi Tolak Pemilu Berlangsung di Palu

08 April 2009
.fullpost{display:inline;}
Minggu, 05 April 2009 16:28 WIB
TEMPO Interaktif, Palu:Sedikitnya 30 orang mahasiswa dan aktivis lembaga swadaya masyarakat di kota Palu, Sulawesi Tengah berunjukrasa menolak Pemilihan Umum. Alasannya, selain karena tidak demokratis, pemilu hanya menguntungkan elit berduit dan koruptor.Aksi kelompok yang menamakan diri Persatuan Politik Rakyat Miskin Sulawesi Tengah dilakukan di areal taman gedung olah raga Palu. Berbeda dengan aksi biasanya,puluhan massa ini beraksi dengan cara duduk melingkar di bawah pepohonan.
Koordinator aksi M Aqsa dalam orasinya menyebutkan, pemilihan umum yang akan digelar 9 April 2009 mendatang tak lain sebagai upaya pembodohan rakyat dan hanya menghambur-hamburkan uang yang bersumber dari APBN. "Pemilu hanyalah menguntungkan para koruptor, elit berduit serta jenderal-jenderal pelanggar HAM yang tiba-tiba cerdas bicara soal rakyat," katanya.
Untuk itu dalam pernyataan sikapnya, mereka menolak pelaksanaan Pemilu 2009 serta mengajak persatuan gerakan rakyat miskin dan kaum demokratik untuk membangun pemerintahan alternatif.

sumber : lmnd-prm.blogspot.com

Golput dan Perubahan

Pada suatu hari, ketika sedang menggunakan jasa angkutan Taxi, saya sempat menggunakan kesempatan mengobrol dengan sopirnya mengenai pemilu 2009. Pada dasarnya, si sopir Taksi tidak bisa menutupi kekecewaannya terhadap pemerintahan SBY, tetapi ia akan tetap memilih dalam pilpres 2009 jika SBY maju dengan menggunakan cawapres baru, bukan JK lagi. Ia tidak akan memilih dalam pemilu legislatif, karena ia sudah terlanjur sangat tidak percaya dengan partai politik, dan akan memilih golput jika SBY tidak ganti capres.
Pendapat diatas, meskipun kelihatan rumit, tetapi menunjukkan gejala negatif dalam kehidupan politik rakyat, yaitu apatisme. Tingginya keinginan masyarakat melakukan aksi golput justru berkolerasi dengan semakin kuatnya apatisme politik. Meski banyak yang membela golput sebagai bentuk protes sosial, pembangkangan sosial, bentuk gerakan politis, dan sebagainya, tetapi tidak sedikit pula fakta yang menunjukkan suburnya apatisme politik.Memahami GolputTerkadang, para aktifis dan intelektual kritis menempatkan golput sebagai protes politik yang bernilai sama pada semua situasi politik, serta mengabaikan perkembangan-perkembangan politik mutakhir. Sebagai misal, tidak sedikit aktifis maupun intelektual kritis yang mempersamakan efektifitas golput pada era kediktatoran orde baru dengan periode pasang demokrasi liberal sekarang. Akibatnya, mereka kemudian terjebak pada "utopisme", bahwa golput akan meradikalisasi demokrasi sehingga membuka jalan pada kejatuhan rejim dan model politik yang lama. Golput boleh saja diletakkan sebagai tindakan politik yang radikal dan revolusioner. Ia merupakan bagian dari praktek demokrasi secara radikal, terutama dalam meradikalisasi model-model demokrasi ala Shumpeterian yang hanya selalu bertumpu pada kompetisi para elit. Mengikuti Erich Fromm, golput merupakan koreksi terhadap demokrasi agar menciptakan kondisi ekonomi, politik, dan kebudayaan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. (Erich Fromm, 1994).Golput merupakan tindakan politik yang harus diletakkan pada konteks dan situasi politik yang tepat. Pada jaman kediktatoran, dimana proses pemilu sepenuhnya dikontrol secara "militeristik" oleh rejim orde baru, golput punya arti politik sangat penting sebagai proses pendeligitimasi rejim otoritarian, selain untuk memupuk kesadaran anti kediktatoran rakyat. Tentu ia menjadi senjata yang ampuh menghadapi kediktatoran, sangat cocok pada situasi ketidakadaan space democracy (ruang demokrasi), dan sebagainya.Demobilisasi Demokrasi

Angka golput yang semakin tinggi, kelihatan berjalan pararel dengan ketidakpuasan dan kekecewaan rakyat terhadap sistim demokrasi politik liberal. Paska kejatuhan rejim orde baru, dimana sistim politik demokrasi lansung bertransformasi menjadi liberal, persoalan kesejahteraan yang merupakan permasalahan mendasar rakyat tidak juga terselesaikan. Bahkan, dalam 10 tahun terakhir paska reformasi, diketahui bahwa tingkat kemiskinan terus merangkak naik, pengangguran terus bertambah, dan kehidupan ekonomi kian morat-marit.

Akibatnya, rakyat semakin apolitis. Rakyat makin tidak percaya, bahwa proses-proses politik yang berlansung, meskipun dengan cara-cara demokratis-tentu saja dengan ukuran borjuis-tidak akan menyelesaikan permasalahan mendasar mereka; kesejahteraan. Si sopir Taksi, misalnya, mengatakan kepadaku; "lebih baik narik bang, daripada ikut pemilu. Sekarang mah, kita harus cari penghidupan sendiri". Akhirnya, karena rakyat semakin nihil dalam bertindak dalam politik real, maka arena politik semakin didominasi oleh para elit yang sekedar bagi-bagi atau rebutan kekuasaan.

Pada titik ini, makna golput justru menyuburkan apatisme politik, bukan pendidikan politik. Di negeri-negeri liberal sekalipun, jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya dari 45% hingga 60%. Di Venezuela, tingkat kepuasan politik rakyat sebelum kedatangan Chaves malah 35%, sedangkan rata-rata Amerika latin hanya mencapai 37%.

Keengganan pemilih untuk mendatangi kotak pemilihan juga tidak menjadi hambatan bagi kesinambungan pemerintahan dan sistim politik demokrasi di negeri-negeri liberal. Meskipun partisipasi politik rendah, itu tidak menjadi masalah bagi penganut Schumpeterian. Karena bagi mereka, setidaknya demokrasi diukur dari proses kompetitif para elit, hak pilih bebas, dan regularitas. Toh bagi mereka, dan sejalan dengan penganut kebebasan individual, kebebasan untuk memilih dan tidak memilih merupakan hak pribadi yang tak dapat diganggu gugat.

Jadi, golput hanya akan mengijinkan kontinuitas, bukan perubahan. Golput yang sangat tinggi pun tidak akan menggiring pada krisis politik bagi faksi-faksi elit yang sudah lama berkuasa. Sebaliknya, kebutuhan untuk melakukan perubahan mensyaratkan aktifasi perjuangan politik yang lebih opensif, pembangunan poros politik alternatif, dan tentu saja, partisipasi aktif rakyat miskin.

Rudi Hartono, Redaktur Berdikari Online dan Jurnal Arah Kiri.
Berdikari

Golput dan Perubahan

Pada suatu hari, ketika sedang menggunakan jasa angkutan Taxi, saya sempat menggunakan kesempatan mengobrol dengan sopirnya mengenai pemilu 2009. Pada dasarnya, si sopir Taksi tidak bisa menutupi kekecewaannya terhadap pemerintahan SBY, tetapi ia akan tetap memilih dalam pilpres 2009 jika SBY maju dengan menggunakan cawapres baru, bukan JK lagi. Ia tidak akan memilih dalam pemilu legislatif, karena ia sudah terlanjur sangat tidak percaya dengan partai politik, dan akan memilih golput jika SBY tidak ganti capres.
Pendapat diatas, meskipun kelihatan rumit, tetapi menunjukkan gejala negatif dalam kehidupan politik rakyat, yaitu apatisme. Tingginya keinginan masyarakat melakukan aksi golput justru berkolerasi dengan semakin kuatnya apatisme politik. Meski banyak yang membela golput sebagai bentuk protes sosial, pembangkangan sosial, bentuk gerakan politis, dan sebagainya, tetapi tidak sedikit pula fakta yang menunjukkan suburnya apatisme politik.Memahami GolputTerkadang, para aktifis dan intelektual kritis menempatkan golput sebagai protes politik yang bernilai sama pada semua situasi politik, serta mengabaikan perkembangan-perkembangan politik mutakhir. Sebagai misal, tidak sedikit aktifis maupun intelektual kritis yang mempersamakan efektifitas golput pada era kediktatoran orde baru dengan periode pasang demokrasi liberal sekarang. Akibatnya, mereka kemudian terjebak pada "utopisme", bahwa golput akan meradikalisasi demokrasi sehingga membuka jalan pada kejatuhan rejim dan model politik yang lama. Golput boleh saja diletakkan sebagai tindakan politik yang radikal dan revolusioner. Ia merupakan bagian dari praktek demokrasi secara radikal, terutama dalam meradikalisasi model-model demokrasi ala Shumpeterian yang hanya selalu bertumpu pada kompetisi para elit. Mengikuti Erich Fromm, golput merupakan koreksi terhadap demokrasi agar menciptakan kondisi ekonomi, politik, dan kebudayaan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. (Erich Fromm, 1994).Golput merupakan tindakan politik yang harus diletakkan pada konteks dan situasi politik yang tepat. Pada jaman kediktatoran, dimana proses pemilu sepenuhnya dikontrol secara "militeristik" oleh rejim orde baru, golput punya arti politik sangat penting sebagai proses pendeligitimasi rejim otoritarian, selain untuk memupuk kesadaran anti kediktatoran rakyat. Tentu ia menjadi senjata yang ampuh menghadapi kediktatoran, sangat cocok pada situasi ketidakadaan space democracy (ruang demokrasi), dan sebagainya.Demobilisasi Demokrasi

Angka golput yang semakin tinggi, kelihatan berjalan pararel dengan ketidakpuasan dan kekecewaan rakyat terhadap sistim demokrasi politik liberal. Paska kejatuhan rejim orde baru, dimana sistim politik demokrasi lansung bertransformasi menjadi liberal, persoalan kesejahteraan yang merupakan permasalahan mendasar rakyat tidak juga terselesaikan. Bahkan, dalam 10 tahun terakhir paska reformasi, diketahui bahwa tingkat kemiskinan terus merangkak naik, pengangguran terus bertambah, dan kehidupan ekonomi kian morat-marit.

Akibatnya, rakyat semakin apolitis. Rakyat makin tidak percaya, bahwa proses-proses politik yang berlansung, meskipun dengan cara-cara demokratis-tentu saja dengan ukuran borjuis-tidak akan menyelesaikan permasalahan mendasar mereka; kesejahteraan. Si sopir Taksi, misalnya, mengatakan kepadaku; "lebih baik narik bang, daripada ikut pemilu. Sekarang mah, kita harus cari penghidupan sendiri". Akhirnya, karena rakyat semakin nihil dalam bertindak dalam politik real, maka arena politik semakin didominasi oleh para elit yang sekedar bagi-bagi atau rebutan kekuasaan.

Pada titik ini, makna golput justru menyuburkan apatisme politik, bukan pendidikan politik. Di negeri-negeri liberal sekalipun, jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya dari 45% hingga 60%. Di Venezuela, tingkat kepuasan politik rakyat sebelum kedatangan Chaves malah 35%, sedangkan rata-rata Amerika latin hanya mencapai 37%.

Keengganan pemilih untuk mendatangi kotak pemilihan juga tidak menjadi hambatan bagi kesinambungan pemerintahan dan sistim politik demokrasi di negeri-negeri liberal. Meskipun partisipasi politik rendah, itu tidak menjadi masalah bagi penganut Schumpeterian. Karena bagi mereka, setidaknya demokrasi diukur dari proses kompetitif para elit, hak pilih bebas, dan regularitas. Toh bagi mereka, dan sejalan dengan penganut kebebasan individual, kebebasan untuk memilih dan tidak memilih merupakan hak pribadi yang tak dapat diganggu gugat.

Jadi, golput hanya akan mengijinkan kontinuitas, bukan perubahan. Golput yang sangat tinggi pun tidak akan menggiring pada krisis politik bagi faksi-faksi elit yang sudah lama berkuasa. Sebaliknya, kebutuhan untuk melakukan perubahan mensyaratkan aktifasi perjuangan politik yang lebih opensif, pembangunan poros politik alternatif, dan tentu saja, partisipasi aktif rakyat miskin.

Rudi Hartono, Redaktur Berdikari Online dan Jurnal Arah Kiri.

April 07, 2009

Pernyataan Sikap Aski Bersama

PERNYATAAN SIKAP AKSI BERSAMA 5 APRIL 2009 [Gabungan Solidaritas Perjuangan Buruh (GSPB), Jaringan Nasional Perempuan Mahardhika, Persatuan Politik R
05 April 2009
.fullpost{display:inline;}
TOLAK PEMILU ELIT 2009, BANGUN KEKUASAAN RAKYAT DENGAN PERSATUAN RAKYAT DAN KAUM GERAKAN
Pemilu 2009 dilaksanakan bersamaan dengan krisis ekonomi dunia yang sangat parah. Segera rakyat jelas melihat bahwa tidak ada kekuatan peserta pemilu yang akan mengatasi krisis dari akar masalahnya. Bahkan lebih buruk lagi, jelas bagi rakyat bahwa seluruh peserta pemilu adalah biang kerok (pembuat masalah) krisis Indonesia itu sendiri. Sehingga bagi rakyat miskin, pemilu 2009 adalah ajang konsolidasi kekuasaan elit musuh rakyat, dan bertentangan langsung dengan kepentingan rakyat. Maka pada Aksi Bersama Rakyat Miskin hari ini, dengan keberanian dan penuh semangat kami menyatakan sikap:
1. Pemilu 2009 berbahaya bagi rakyat miskin dan harus ditolak, karena: a. Pemilu 2009 tidak demokratis dan membatasi partisipasi seluruh rakyat, dari undang-undang, proses persiapan hingga pelaksanaan kampanye dan pemilihan. Semua proses pemilu menghambat bagi keterlibatan partai milik rakyat miskin (bahkan dengan represi fisik pun, seperti dialami PAPERNAS). Hanya elit berduit pendukung kekuasaan (yang sudah menumpuk kekayaan sejak Orde Baru hingga sekarang) akhirnya yang menjadi peserta pemilu 2009;
b. Pemilu 2009 akan menghasilkan pemerintahan kekuasaan yang pasti akan memperparah krisis dan merugikan rakyat. Sekalipun dalam kampanye terdengar juga isu kemandirian ekonomi, tapi tidak menutupi kenyataan bahwa semua alat politik (partai dan tokoh) dalam pemilu adalah pendukung politik utang dan politik obral kekayaan alam kepada asing;
c. Pemilu 2009 sepenuhnya menjadi ajang kekuatan musuh rakyat, yang diikuti oleh para boneka penjajah ekonomi asing (Imperialis), penjahat HAM, para koruptor, dan Reformis Gadungan penipu rakyat;
d. Pemilu 2009 tidak menyediakan pilihan bagi rakyat karena tidak ada partai dari gerakan rakyat. Sekalipun banyak aktivis gerakan mendukung pemilu, namun mereka semua tidak menjadi pilihan baru dalam pemilu, dan justru para aktivis terkooptasi tersebut telah menegaskan politiknya mendukung kekuatan politik musuh rakyat;
e. Pemilu 2009 dalam seluruh prosesnya hanya omong kosong bicara demokrasi dan aspirasi rakyat. Seluruh rakyat sudah membuktikan dan melihat langsung, bagaimana semua peserta pemilu sibuk membagi uang dan barang untuk membeli dukungan, juga sibuk membuat deal-deal antar elit/partai yang memperjual-belikan suara rakyat bagi pilihan presiden ke depan.
2. Tidak bisa tidak cara rakyat mendapatkan penyelesaian seluruh persoalan adalah dengan berjuang untuk mendirikan kekuasaan rakyat, berjuang untuk menggantikan pemerintahan elit, berjuang mendirikan Pemerintahan Rakyat Miskin. Hanya Pemerintahan Rakyat Miskin yang sanggup dan berkepentingan untuk mewujudkan kesejahteraan, kemandirian dan kemajuan bagi rakyat dan negara Indonesia. Pemerintahan dari dan oleh rakyat ini juga hanya akan terbangun dari persatuan yang terus dikuatkan, diantara rakyat dan kaum gerakan, dan tidak melibatkan elit politik musuh rakyat. Pada saat sekarang, kebutuhan persatuan tersebut adalah membuat konsolidasi nasional kaum gerakan, untuk mewujudkan wadah politik bersama kaum gerakan dan rakyat yang berlawan (dari buruh, tani, kaum miskin kota, mahasiswa, kaum perempuan dll).
3. Program Mendesak mengatasi semua persoalan rakyat (PHK, upah murah, lapangan kerja, pendidikan mahal dll) adalah menjalankan Industrialisasi Nasional. Program Industrialisasi Nasional tidak akan berjalan oleh pemerintahan elit, dan hanya akan terwujud oleh Pemerintahan Rakyat Miskin yang berani memusatkan pembeayaan dari: Nasionalisasi Industri Energi dan Pertambangan Asing; Nasionalisasi Industri Perbankan; Menghentikan penarikan dan pembayaran Utang Luar Negeri disertai penarikan kembali obligasi rekapitalisasi perbankan; Tangkap, Adili dan Sita Harta Koruptor, Pajak Progresif untuk individu-individu berpenghasilan tinggi, Pengenaan pajak dan royalti untuk transaksi-transaksi spekulatif.
Perjuangan pada 5 April ini dijalankan di berbagai kota di Indonesia, dan merupakan bagian dari perjuangan terus-menerus rakyat Indonesia hingga kekuasaan rakyat terwujud. Pada 1 Mei 2009 dan pada setiap waktu yang memungkinkan, rakyat miskin akan kembali turun ke jalan dengan kekuatan persatuan yang semakin terbangun.
Jakarta, 5 April 2009
Panitia Aksi Bersama 5 April:
Sulaeman Ketua

lmnd-prm.blogspot.com