April 08, 2009

Penggrebekan, penggeledahan, Penyergapan ataukah Sweeping ‘biasa?” (Bagian 2)


Intinya 14 orang tersebut dibebaskan, 2 diantaranya yakni Mariben Kogoya dan Dina Wanimbo dikenakan wajib lapor berkaitan dengan keberadaan 2 pistol dan barang–barang milik mereka juga akan dikembalikan. Empat belas Orang berikut tim PH dan LSM meninggalkan Polresta Jayapura sekitar pukul 11.30 WP tanggal 4 April 2009, menuju kantor ALDP, setelah dilakukan diskusi mengenai langkah-langkah ke depan, mereka diantar kembali ke kantor DAP, sedangkan Tim PH menuju Polda untuk mendampingi 3 orang lainnya. Sayangnya hari itu Polda Papua menggelar rapat antara Reskrim Polda, penyidik dan kapolda sehingga direncanakan untuk bertemu pada hari senin tanggal 6 April 2009. Pada pertemuan senin tanggal 6 April 2009 pembicaraan dilakukan berkaitan dengan persiapan pemeriksaan yang direncanakan tanggal 7 april 2009, pada jumat dan sabtu sebelumnya ketiga aktifis tersebut sudah juga diperiksa.Serafin Diaz, Musa Tabuni dan Yance Mote alias Amoye tetap ditahan sambil mengikuti proses penyidikan di Polda Papua. Yance Mote sebenarnya satu dari lima belas orang yang dibawa pada saat pegeledahan di Kantor DAP, akan tetapi dia tetap ditahan berkaitan dengan orasinya di tanggal 10 Maret 2009. Untuk Serafin Diaz nampaknya Polisi memiliki pertimbangan tersendiri sebab proses penyidikan terhadapnya kemungkinan akan difollow up di Jakarta, dengan kata lain Diaz akan dipindahkan ke Mabes Polri. Hal ini terkait dengan record Diaz di Mabes Polri atas keterlibatannya pada aksi massa di sejumlah tempat yakni di Jawa dan Bali. Setelah coba dikonfirmasikan keberadaan Diaz ke aktifis KNPB, ternyata tidak banyak yang mengetahui latar belakang aktifis asal Tomor Leste tersebut. Menurut pengakuan Diaz, saat ditemui di Polda tanggal 6 April 2009, Diaz datang ke Jayapura pada tanggal 19 Januari 2009 dari arah Surabaya, dia tercatat sebagai mahasiswa pada salah satu perguruan tinggi di Denpasar sejak 2002 dan mengenal serta bergabung dengan aktifis Papua yang kuliah di Jawa dan Bali sekitar tahun 2006. Begitu sampai di Jayapura Diaz yang dikenal dengan sebutan ‘Jenderal’ langsung menjadi salah satu orator demo di 10 Maret 2009, juga di depan pengadilan saat sidang Buktar. Kala itu beberapa orang teman yang melihat Diaz orasi di pengadilan sempat juga bertanya-tanya mengenai latar belakang aktifist tersebut. Keberadaan Diaz bagi sebagian orang mengingatkan pada sosok Maman, aktifis yang muncul pertama kali saat demo mogok makan di DPRP menyusul sidang kasus Abepura di Makasar. Lantas Maman mulai aktif dan terakhir terlihat waktu demo 16 Maret 2006, kemudian Maman menghilang. Serafin Diaz ditahan dengan SP.HAN/17/IV/09/DITRESKRIM, Musa Tabuni ditahan berdasarkan SP.HAN/18/IV/09/DIRESKRIM dan Yance Mote ditahan berdasarkan SP.HAN/19/IV/09/DIRESKRIM dengan tuduhan pasal 106 dan 160 KUHP, (Makar dan Penghasutan). Sore tanggal 4 april 2009, sekretaris DAP didampingi Iwan Niode SH dan aktifis KNPB melakukan jumpa pers untuk mengklarifikasi peristiwa dan pemberitaan tersebut. Sekretaris DAP, Leonard Imbiri dengan tegas mengatakan bahwa peristiwa penggeledahan itu menunjukkan proses penegakan hukum tidak dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku sebab dia tidak melihat adanya alasan yang jelas dari penggeledahan tersebut. DAP juga tidak memiliki program untuk memiliki senjata api dan dokumen resmi DAP adalah hasil-hasil sidang yang ditandatangani DAP, diluar itu bukan merupakan dokumen DAP. Saat di ruangan Kasatreskrim Polresta, bersama wartawan Cepos, Latifah Anum Siregar mengatakan ..’…berita di cepos harus diluruskan demi posisi dan kepentingan semua pihak..”Dia juga meminta pihak Polresta Jayapura menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya. Ketua DAP Forcorus Yaboisembut pada Cepos tanggal 6 April 2009, mengatakan bahwa penggrebekan Kantor DAP itu rekayasa dan jebakan. Karena DAP sebagai organisasi masyarakat yang vocal dengan pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi di Tanah Papua. ”Aksi seperti itu sudah basi karena DAP dianggap sebagai organisasi yang berbahaya bagi keutuhan Republik Indonesia..”. Forcorus juga meminta pihak Polda mengembalikan fasilitas dan barang-barang kantor DAP yang disita. ”Peralatan yang berbau pidana silahkan kamu tahan sebagai barang bukti dari para pemiliknya, sedangkan fasilitas kantor DAP segera dikembalikan..”. Kejadian tanggal 3 dan 4 April 2009 menimbulkan beberapa pertanyaan. kepemilikan 2 pistol yang masih misterius dan juga mengenai kejadian di Kantor DAP. Apakah itu pengerebekan, penggeledahan atau sweeping? Jika dikaitkan dengan peristiwa Pelabuhan dan tikungan Ale-ale, maka penggerebekan tentu harus menggunakan prosedur resmi yakni, dengan menunjukkan surat perintah Penggeledahan serta didampingi RT. Jika tidak ada hubungannya dengan kedua peristiwa sebelumnya, maka petimbangan seperti apa yang menjadi alasan kuat bagi aparat kepolisian untuk menuju ke kantor DAP mengikuti beberapa aktifis, lantas melakukan penggeledahan dan bukan sweeping biasa. Sebab kalau disebutkan sweeping tentu saja aktifitas dan dampak yang ditimbulkan tidak ‘separah’ seperti yang terlihat setelah mereka meninggalkan kantor DAP. Mereka merusak pintu – pintu ruangan yang terkunci, membongkar lemari, meja, mengambil hardisk, CPU bahkan motor milik penjaga kantor DAP. Jadi, apapun alasannya sweeping, penggeledahan atau penyergapan tetap harus diminta klarifikasi dan pertanggungjawabannya. Apalagi akibat yang ditimbulkan dari peristiwa tersebut sangat merugikan posisi dan pencitraan DAP. Bahkan berita dari stasiun RCTI siang hari tanggal 4 April 2009 menyebutkan ada 17 orang anggota OPM ditangkap dan menyembunyikan senjata. Ataukah ini memang bagian dari scenario tersebut?. Hingga hari ini para aktifis KNPB kembali di kantor DAP. Sejak digusur dari makam Theys di Sentani, mereka menjadikan kantor DAP sebagai titik kumpul. Setiap harinya paling tidak ada sekitar 10 -15 orang yang berada di kantor tersebu. Pada malam hari jumlah mereka lebih banyak. Oleh DAP mereka diberikan hanya satu ruangan saja, selebihnya mereka menaruh barang-barang seperti ransel dan buku-buku di ruang tengah sedangkan ruangan lainnya dalam posisi terkunci. Mereka juga mendirikan tenda yang menempel pada halaman belakang kantor DAP. Sebelumnya daerah Expo, Waena dan sekitarnya memang sudah menjadi wilayah komunitas orang dari pegunungan yang sebagian besar menempati anjungan eks pameran. Keberadaan aktifis KNPB ditambah dengan maraknya kampanye dan pengerahan massa asal penggunungan, maka tidak bisa dipungkiri konsentrasi dan mobilisasi orang pengunungan makin meningkat. Dan dengan alasan pengamanan menjelang Pemilu, sweeping dan patroli di sekitar daerah tersebut tetap berlangsung. Para akitifis KNPB nampaknya tak juga mau tinggal diam, hingga tanggal 7 April 2009, mereka kembali melakukan aksi di depan Expo, Waena. Menjelang Pemilu 2009 terjadi ekalasi kekerasan yang meningkat di Papua. Di Wamena pada tanggal yang sama 3 April 2009, terjadi juga penangkapan terhadap 2 orang aktifis dan 1 orang pelajar yakni Matius Wuka, Ronny Marian dan Andre Wetipo (pelajar kelas 3 SMU YPK Wamena). Kemudian mereka dilepas keesokan harinya. Kasus lain yang dimulai pada awal Januari di Tingginambut, Mimika dan beberapa tempat lainnya termasuk Nabire 7 April 2009 tentu mengundang tanya apa sesungguhnya yang sedang terjadi? Apa yang bisa dipahami, jika pelaku di Tingginambut, termasuk 9 Agustus 2008 di Wamena dan tempat lain tidak bisa ditangkap apalagi diungkap, tapi di lain sisi DAP yang aktifitasnya akhir-akhir ini dicurigai sebagai bagian dari gerakan separatis. Menyusul beberapa aktifisnya digiring ke proses hukum dengan gampang diobok-obok oleh polisi. Siapa yang sedang merilis, pesan apa yang mau disampaikan kepada siapa dari kejadian-kejadian tersebut?.

Keterangan foto : Pendampingan terhadap Musa Tabuni,Yance Mote dan Serafin Diaz di polda Papua tanggal 6 april 2009, Andawat.


Sumber : Aliansi Demokrasi untuk Papua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar kawan-kawan sangat diperlukan untuk perubahan organisasi kami...