Maret 12, 2009

Beberapa Gagasan Tentang Persatuan Gerakan

WilsonKetika bertemu dengan Joel Rocamora beberapa tahun lalu, mantan pimpinan Akbayan dari Filipina, dengan bergurau mengatakan, "gerakan kiri di Filipina suatu saat akan sebesar amuba, sehingga butuh mikroskop untuk melihatnya." Perumpamaan ini merupakan ekspresi dari kegalauannya melihat fragmentasi di kalangan gerakan kiri Filipina, sehingga transisi demokrasi yang mereka pimpin dimasa awal penggulingan Marcos pada 1986, kini hanya mereka nikmati dari pinggiran arena politik.Untunglah ketika bertemu kembali akhir tahun lalu di Praxis, guruaun itu sudah berlalu. Joel dengan bangga menceritakan keberhasilan Akbayan 'menyatukan' berbagai blok kiri di Filipina dan para aktivis 'kaum independen.' Bahkan Akbayan berhasil merebut posisi 50 walikota di Filipina dan mulai menjalankan suatu perencanaan partisipatoris dalam pembangunan di tiap distrik yang dikuasai Akbayan. Proyek ini terinspirasi dari model sukses anggaran partisipatoris di Porto Alegre, Brazil, yang dimotori oleh Partai Buruh Brazil.Di Indonesia, delapan tahun proses transisi demokrasi seperti mengulang kisah lama di Filipina. Fragmentasi di dalam maupun di antara berbagai gerakan kiri sudah merupakan kenyataan. Namun di luar itu, di lingkungan gerakan sosial yang ada, khususnya di perburuhan dan gerakan tani (terutama di wilayah seperti Bengkulu, Jawa Barat dan Jawa Tengah), justru mengalami kemajuan secara kuantitatif dan kualitatif. Proses regrouping juga terjadi di dalam gerakan, seperti yang terjadi dalam pembentukan PRP, KASBI, PI dan PPR .Kemajuan-kemajuan juga tampak nyata dari kemunculan blok-blok politik kiri yang baru, di luar lingkaran tradisi 'kiri' PRD yang lebih awal muncul. Blok-blok kiri ini bermunculan dalam berbagai gerakan sosial sektoral tradisional, seperti serikat buruh, serikat mahasiswa, serikat tani, serikat kaum miskin kota, gerakan budaya maupun gerakan-gerakan sosial baru seperti lingkungan, masyarakat adat , feminisme, gerakan korban pelanggaran ham, gerakan kaum gay dan agama pembebasan. Belum lagi, jika ditambahkan dengan alumnus gerakan kiri yang bertebaran sebagai 'kaum independen' dan memegang posisi penting di LSM, jurnalisme, sastrawan, kampus dan lembaga kajian, pembuat film, programer radio, asosiasi pengacara kerakyatan, bahkan menjadi wiraswasta.Beberapa mantan aktivis gerakan kiri juga masuk ke dalam partai-partai mainstream yang ada seperti, PDIP, PAN, PKB, bahkan yang paling baru ke dalam Partai Bintang Reformasi (PBR). Beberapa jaringan gerakan rakyat progresif di beberapa kota, juga telah mengonsolidasikan dirinya ke dalam Partai Pergerakan Rakyat (PPR).Seluruh penggambaran di atas menunjukkan, orang-orang kiri, baik yang bernaung di bawah payung sebuah organisasi kiri yang lebih ideologis, terlibat dalam gerakan sosial, maupun yang bertebaran 'sebagai kaum independen,' merupakan basis material yang nyata, yang di depan mata kita, yang sebetulnya memberikan harapan baru, bahwa kaum kiri itu sebenarnya tidak semakin mengkerut, tapi semakin tersebar dan masuk ke berbagai 'lini' baik dengan motif 'ideologis' ataupun dalam kerangka mengembangkan profesionalisme dan karir.Pertanyaanya, dengan sedemikian banyak dan tersebarnya 'potensi-potensi' kemajuan gerakan yang ada, bagaimana cara mengikat semua 'bintang-bintang merah yang bertebaran tersebut' menjadi suatu energi dan sinergi gerakan yang meluas, partisipatoris, inklusif, pluralis tapi tetap pada garis komitmen kerakyatan, keadilan sosial dan demokrasi sejati?Tentu saja kemudian kita akan bicara soal organisasi perjuangan macam apa yang cocok ditahap awal untuk dapat mengakomodasi demikian banyak blok, individu dan 'tendensi ideologi kiri ' yang sudah ada tersebut. Saya sendiri berpikir, konsep sebuah organsisi dengan ideologi monolit yang 'formal' seperti organisasi kiri tipe lama, sudah saatnya mulai kita tanggalkan. Organisasi 'kiri tipe baru' yang saya bayangkan adalah sebuah 'koalisi luas' berbentuk PARTAI, tapi dengan otonomi luas kepada setiap blok politik yang terlibat di dalamnya. Jadi, setiap gerakan sosial, individu dan blok politik yang terlibat di dalamnya, tidak perlu kuatir, partai yang mereka bentuk akan membatasi, mengamputasi, mengurangi atau akan mengeliminir apa yang sedang mereka kerjakan.Dengan otonomi luas yang tetap diberikan maka level pimpinan di tingkat pusat partai hanyalah 'mandataris' dari berbagai komponen yang ada. Mandataris ini hanya mempunyai wewenang dalam lingkup 'kepemimpinan ideologis dan politik,' tapi tidak dapat melakukan intervensi pada level organisasi yang mendukung partai, kecuali pada 'common platform' yang telah disepakati menjadi 'progam bersama' atau 'strategi bersama' oleh 'koalisis luas' yang mendukung partai ini.Titik temu atau 'common platform' dari semua 'blok'; atau komponen di dalam partai tersebut adalah pada 'strategi/proyek politik bersama' dalam pertarungan elektoral dan memenangkan program 'anggaran partisipatoris' dengan berbasis pada perebutan kekuasaan politik distrik/kabupaten/walikota dengan memanfaatkan sistem pemilu langsung. Pada level 'common platform,' saya mengusulkan program-program yang lebih menitikberatkan pada 'platform sosial-ekonomis' yang merupakan kebutuhan pokok seluruh rakyat seperti kesehatan, pendidikan, pengupahan, perumahan untuk rakyat miskin, tanah untuk penggarap dll.Pada level 'common strategy' saya mengusulkan agar partai ini mengambil peranan, responsif dan terlibat dalam politik elektoral yang berlangsung atau akan berlangsung. Bila partai yang isinya adalah 'koalisi kerakyatan' ini memang disepakati, maka momentum elektoral 2009 adalah sasaran yang harus dicapai dan direspon. Karena itu strategi elektoral ini harus melibatkan semua komponen yang mendukung pembentukan partai sebagai 'PEKERJAAN POLITIK BERSAMA"Pada level " programatik' saya mengusulkan dibuat sebuah 'PROGRAM ALTERNATIF' yang menunjukkan perbedan antara 'KITA' dengan partai mainstream yang ada. Program alternatif yang saya bayangkan adalah semacam proyek "Anggaran Partisipatoris" semacam di Porto Alegre yang disesuaikan dengan kondisi obyektif dan subyektif di Indonesia.Catatan perlu saya berikan untuk gagasan menfasilitasi 'kaum independen' ini. Kaum independen yang saya maksud adalah para aktivis yang dulunya anggota, pendukung, simpatisan gerakan rakyat/gerakan progresif/gerakan kiri, tapi kemudian karena tuntutan profesional atau karena merasa 'tidak cocok' dengan berbagai organisasi yang ada lantas lebih menyibukkan dirinya pada pekerjaan-pekerjaan tertentu, yang juga strategis. Kaum independen ini muak melihat rejim yang korup. kemiskinan yang semakin luas, pelanggaran HAM yang meluas dan ketidakbecusan yang terjadi dalam parlemen serta parpol mainstream. Kemuakan ini sayangnya tidak terfasilitasi, karena mereka melihat tidak ada 'gerakan politik alternatif' yang potensial. Gagasan pembentukan Pergerakan Indonesia (PI) sebetulnya sudah mirip dengan ide saya ini. tapi setelah 'komandan-nya' Budiman pergi, juga Martin, JEK dan Reza saya melihat PI kok agak menurun semangatnya. (Gimana ini Martin lu tanggung jawab juga nekh, jangan involutif gitu dong !)Banyak kaum independen ini bekerja di lingkungan jurnalistik, menjadi akademisi, aktif di lembaga kajian/riset, menjadi sastrawan/seniman, pembuat film, aktif di LSM, menjadi pengacara dll., tetapi, masih mempunyai komitmen dan rasa simpati yang dalam pada gerakan kerakyatan. Orang-orang ini menjadi penting karena jaringanya yang luas baik di level lokal, nasional maupun internasional, aksesnya ke berbagai institusi dan sumber informasi, bahkan ke berbagai institusi pengambil kebijakan yang strategis. Kaum independen ini harus mengonsolidasikan dirinya dalam bentuk kaukus di level distrik/kabupaten/kota. Kaukus ini nantinya akan memilih perwakilannya sendiri yang diberi mandat untuk terlibat dalam pekerjaan organisasi.Untuk tahap awal pembentukan partai kerakyatan tipe baru ini, maka partisipasi seluas-luasnya harus diberikan kepada berbagai komponen gerakan untuk memberikan sumbangan, terlibat dan memasukkan pikiran-pikiranya yang konstruktif. Untuk itu sebuah proses sosialisasi yang berkelanjutan, militan, efektif, komunikatif, dan telaten harus dilakukan. Bahkan pada kelompok-kelompok kiri yan 'tidak setuju' sekalipun dengan ide ini patut disosialisasikan.Untuk proses sosialisai ini agar terbuka dan melibatkan banyak pihak, saya berpikir untuk membuat sebuah TERBITAN BERSAMA yang FOKUS berisi pada gagasan dan perdebatan soal pentignya membuat persatuan yang bukan persatean. Terbitan ini didistribusikan oleh tiap komponen yang mendukung gagasan ini, serta berbagai kelompok sosial dan gerakan yang dianggap potensial untuk mendukungnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar kawan-kawan sangat diperlukan untuk perubahan organisasi kami...