Maret 15, 2009

Rakyat Menghadapi Pemilu 2009

34 partai dinyatakan lolos verifikasi dan berhak menjadi peserta pemilu 2009. Kampanye pun sudah dimulai minggu ini. Memang diakui penyelenggaraan pemilu kali inipun belum bisa memenuhi hasrat demokratik yang membolehkan seluruh rakyat ambil bagian dalam pemilu atau membuat lega seluruh rakyat untuk berpartisipasi dalam pemilu 2009.

Kecurigaan pada ideologi tertentu masih dipertahankan. Akibatnya yang tampak tetap masih usaha partai-partai status quo untuk mendominasi pemilu 2009 dengan berbagai cara dan menghalangi munculnya partai alternatif pilihan rakyat. Karenanya syarat-syarat peserta pemilu 2009 pun disesuaikan dengan kepentingan partai-partai besar di parlemen yang selama ini juga terbukti tak sanggup membawa bangsa ini keluar dari berbagai keterpurukan. Itulah mengapa ketidakadilan dalam soal kepesertaan pemilu 2009 menyeruak ke atas bahkan pasca KPU mengumumkan partai peserta pemilu 2009. Dalam situasi seperti ini apa yang bisa diharapkan rakyat pada pemilu 2009? Atau tak ada lagi yang bisa diharapkan atau memang tak ada lagi kemampuan untuk berharap?
Pemilu 2009 adalah pemilu ketiga pasca kejatuhan otoritarianisme Orde Baru. Hitungan ketiga seakan berarti juga peringatan terakhir dari rakyat untuk konsistensi dan komitmen partai-partai dalam memperjuangkan kesejahteraan rakyat, entah apapun aliran ideologi dan bendera yang dikibarkan. Dari dua kali pemilu, 1999 dan 2004, rakyat sepertinya tak menemukan buah yang manis dari penjatuhan otoritarianisme Orde Baru. Buahnya justru semakin pahit bahkan sebagian rakyat merasa: pemerintahan Soeharto dirasa cukup sandang, pangan dan papan, aman tak ada keributan. Pemerintahan reformasi yang sudah berganti beberapa presiden diterjemahkan sebagai pemerintahan repotnasi, ribut tanpa arah pembangunan yang jelas di tengah keterpurukan bangsa yang semakin nyata: krisis pangan dan krisis energi.

Karena itu sebagai hajatan demokratik pasca terpasungnya demokrasi selama 32 tahun, pemilu 2009 menjadi peristiwa penting untuk menandai kemajuan dan kemunduran perjuangan demokrasi di Indonesia. Lebih dari itu, pemilu 2009 dilaksanakan dalam naungan usaha-usaha membangkitkan bangsa dari berbagai keterpurukan: ekonomi, sosial dan budaya akibat cengkraman nyata kekuatan asing, neoliberalisme, yang kini semakin menuntut diliberalkannya semua jaminan sosial yang sudah didapatkan rakyat: subsidi pendidikan, kesehatan, termasuk subsidi BBM agar menjadi barang dagangan pasar belaka tanpa dilandasi tugas luhur negara dalam memajukan kecerdasan dan kesejahteraan rakyat sebagaimana amanat proklamasi kemerdekaan yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Dengan demikian Rakyat hendak dibiarkan berjuang sendirian di tengah lautan pasar yang merupakan dunia komersiil dan dunia para petualang pencari laba yang seringkali tak peduli pada nilai-nilai gotong-royong yang merupakan nilai pergaulan sekaligus landasan dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini.



Dengan membaca perjalanan sejarah bangsa, Pemilu kali ini sebisa mungkin diharapkan mewarisi semangat para pejuang dan perintis kemerdekaan Republik Indonesia 100 tahun yang lalu. Pun semangat keberanian dari para pemimpin yang menyatakan kemerdekaan dari kolonialisme, hampir 63 tahun yang lalu, demi pemerintahan yang mandiri dan bermartabat sebagaimana dimiliki bangsa-bangsa berdaulat lainnya. Pemilu kali ini juga disemangati gelora pemuda, 80 tahun yang lalu ketika memandang keindonesiaan yang berarti persatuan nusantara menjadi satu bangsa adalah jalan satu-satunya mengusir penjajah yang telah bercokol ratusan tahun di bumi nusantara. Pun semangat mahasiswa dan rakyat, 10 tahun yang lalu, yang dengan berani menghadapi mesin kekerasan Orde Baru yang sudah buta dan tuli pada penderitaan rakyat dan justru semakin sewenang-wenang pada rakyat kecil.

Pada pemilu 1999, dengan antusias rakyat memberikan suara perubahan pada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan). Namun, harapan itu tampak sia-sia sehingga pada pemilu 2004, rakyat meninggalkan PDI Perjuangan. Dengan situasi ini, semoga antusiasme rakyat yang masih ada dalam menghadapi pemilu 2009 untuk menuju kotak-kotak suara perubahan yang diharapkan, dapat menemukan pahlawan-pahlawannya. Dengan demikian, tak lagi dikecewakan. Pemilu 2009 harus mengambil bentuk yang berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya, tidak bisa lagi rakyat sekedar menjadi mesin suara, termasuk mengambil bentuk golput jika tidak berhasil menghentinkan hegemoni politik dan ekonomi neoliberal. Politik yang menindas, menghisap, dan melahirkan kemiskinan, hanya akan mungkin ditinggalkan jikalau mesin-mesin politik yang menjalankannya juga ditinggalkan oleh rakyat. Bangsa Indonesia akan bisa melangkah ke depan jikalau seluruh rantai-rantai penjajahan yang mengikat kakinya, berupa campur tangan asing dalam lapangan ekonomi, politik, hukum dan budaya, benar-benar sudah diputus dan dihancurkan. Untuk melakukan itu, diharuskan sebuah politik persatuan anti imperialis yang kuat, sebuah program perjuangan yang pro -kemandirian nasional, dan dukungan seluruh rakyat Indonesia. Kami tegaskan, perjuangan memutar kendali atas masa depan bangsa ini harus berupa "gerakan banting setir; dengan membangun Haluan Ekonomi Baru, Presiden Baru dan Pemerintahan Baru dengan Tri Panji Persatuan Nasional.


AJ Susmana :
Wasekjend Bidang Kaderisasi dan Komunikasi Massa (KAKOMAS) DPP PAPERNAS.

sumber : www.papernas.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar kawan-kawan sangat diperlukan untuk perubahan organisasi kami...