Oktober 29, 2008

Analisis Gender dan Ketidakadilan

I. Pendahuluan

Dalam masyarakat pada umumnya dan Papua (pada khususnya) banyak sekali stereotipe yang dilekatkan kepada kaum perempuan yang berakibat membatasi, menyulitkan, memiskinkan dan merugikan kaum perempuan. Karena adanya keyakinan masyarakat bahwa laki-laki adalah pencari nafkah (bread Winer). Karena itu setiap pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dinilai hanya sebagai “tambahan” dan oleh karenanya boleh saja dibayar lebih rendah. Itulah makanya dalam suatu keluarga misal sopir (dianggap pekerjaan laki-laki) sering dibayar lebih tinggi dibanding pembantu rumah tangga (Peran gender perempuan), meski tidak ada yang bisa menjamin bahwa pekerjaan sopir lebih berat dan lebih sulit dibanding memasak dan mencuci. Hak ini disebabkan karena adanya pemikiran bahwa tugas utama dari perempuan adalah mengelola rumah tangga, maka banyak perempuan menanggung beban kerja domestik lebih banyak dan lebih lama. Dengan kata lain tugas perempuan adalah mengelola, menjaga dan memelihara tersebut, telah mengakibatkan tumbuhnya tradisi dan keyakinan masyarAkat bahwa mereka harus bertanggung jawab atas terlaksananya keseluruhan pekerjaan domestik. Sedangkan bagaimana kaum laki-laki tidak saja merasa bukan tanggung jawabnya, bahkan di banyak tradisi secara adat laki-laki dilarang terlibat dalam pekerjaan domestik. Inilah yang menyebabkan beban kerja tersebut menjadi 2 kali lipat bagi kaum perempuan yang bekerja di luar rumah. Sebab selain bekerja di luar rumah, mereka juga masih harus bertanggung jawab atas pekerjaan domestik (rumah tangga). Jadi intinya perempuan layak untuk bekerja.


II. Perbedaan Peran dan Kebutuhan Gender

A. Tipe Pekerjaan/Peran
Pekerjaan dapat dibagi dalam tiga kategori utama. Peran-peran perempuan dalam pekerjaan tercakup dalam tiga tipe pekerjaan tersebut. Peran-peran dalam pekerjaan tersebut sering disebut sebagai “triple peran perempuan”

A.1. Pekerjaan Produktif
Pekerjaan produktif mencakup penghasilan barang dan jasa untuk konsumsi dan perdagangan (pertanian, perikanan, pekerjaan yang dilakukan manusia dalam mencari nafkah). Jika seseorang ditanya “apa pekerjaannya” mereka, jawaban yang paling sering diberikan, selalu berhubungan dengan pekerjaan yang menghasilkan upah atau income. Baik perempuan maupun laki-laki terlibat dalam pekerjaan produktif ini, tetapi sering kali tugas dan tanggung jawab akan berbeda berdasarkan pembagian kerja menurut gender. Kerja produktif perempuan seringkali kurang tampak dan kurang dihargai daripada pekerjaan laki-laki..

A.2. Pekerjaan Reproduksi
Pekerjaan reproduktif berhubungan dengan menjaga dan memelihara keluarga dan para anggotanya, termasuk hamil, melahirkan dan memelihara anak, menyiapkan makanan, mencari air dan bahan bakar (pada masyarkat agraris), berbelanja, menata rumah dan kesehatan keluarga. Pekerjaan reproduktif ini sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia, akan tetapi pekerjaan ini jarang dianggap sebagai “pekerjaan nyata”. Di dalam masyarakat miskin atau di negara-negara berkembang, sebagian besar pekerjaan ini dilakukan secara manual dan menyita banyak waktu dan tenaga. Pekerjaan reproduktif ini hampir seluruhnya menjadi tanggung jawab perempuan dan anak-anak perempuan.

A.3 Pekerjaan Kemasyarakatan
Pekerjaan kemasyarakatan meliputi pengorganisasian peristiwa-peristiwa sosial dan pelayanan secara kolektif, seperti upacara-upacara dan perayaan-perayaan, kegiatan-kegiatan pengembangan masyarakat (misalnya kegiatan gerejawi, arisan, PKK, Posyandu, kerja bakti) serta berpartisipasi dalam kelompok dan organisasi kegiatan yang bersifat politis (misalnya LKMD, RT, RW, dll).
Tipe pekerjaan kemasyarakatan ini jarang diperhitungkan dalam analisis ekonomi masyarakat. Namun kegiatan ini menyita banyak waktu sukarela dan penting untuk perkembangan kultural dan spiritual masyarakat dan sebagai wahana untuk masyarakat berorganisasi dan menentukan diri sendiri. Baik perempuan maupun laki-laki terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan ini, meskipun pembagian kerja menurut gender tetap tampak di sini.
Perempuan, anak perempuan, laki-laki, anak laki-laki tampaknya terlibat dalam tiga bidang pekerjaan di atas. Namun demikian, dibanyak masyarakat, perempuan, mengerjakan hampir semua pekerjaan reproduktif dan banyak pekerjaan produktif. Karena setiap perubahan di satu bidang pekerjaan akan mempengaruhi bidang pekerjaan yang lain, maka beban kerja perempuan akan menghambat mereka untuk berpartisipasi dalam proyek-proyek pembangunan. Jika mereka berpartisipasi berarti tambahan waktu untuk pekerjaan produktif, dan sebagai konsekwensi akan berkurangnya waktu untuk tugas-tugas lain seperti memelihara anak dan menyiapkan makanan (reproduktif) dan juga pekerjaan kemasyarakatan.
Oleh karena itu, sangat penting untuk melihat kaitan di antara keseluruhan bidang pekerjaan ini dan dampaknya terhadap pembagian kerja bagi perempuan maupun laki-laki yang lebih adil. Misalnya kemasyarakatan, maka pekerjaan reproduksi juga hendaklah menjadi tanggung jawab bersama perempuan dan laki-laki.


B. Kebutuhan Praktis dan Strategis Gender

Analisis pembagian kerja menurut gender memperlihatkan peran dan hubungan antara perempuan dan laki-laki ternyata tidak equal (tidak setara). Hal ini bisa dibuktikan dengan statistik PBB yang memperlihatkan bahwa:
* Perempuan memikul 2/3 beban pekerjaan dunia
* Perempuan menghasilkan 1/10 pemasukan/pendapatan dunia
* 2/3 dari penduduk dunia yang buta aksara adalah perempuan
* Perempuan memiliki kurang dari 1/100 kekayaan dunia.

Berdasarkan fakta di atas, maka apabila diinginkan equalitas dan kemitraan perempuan dan laki-laki dalam semua aspek kehidupan bersama, perlu diberikan perhatian yang lebih besar bagi pemberdayaan (empowerment) perempuan terlebih dahulu.
Untuk dapat menganalisa keadaan perempuan, maka dapat dilakukan dengan mengklasifikasi situasi dan kedudukan perempuan yang dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu dengan melihat kondisi dan posisi perempuan

1. Kondisi Perempuan
Kondisi perempuan menunjuk pada kondisi material dan pengalaman-pengalaman nyata kehidupan perempuan. Misalnya kemiskinan, pekerjaan, pendidikan, kesehatan dan sebagainya.


2. Posisi Perempuan
Posisi Perempuan menunjuk pada posisi sosial, politik, ekonomi, hukum dan kultural perempuan yang di dalamnya posisi perempuan lebih rendah dibandingkan dengan posisi laki-laki (Perempuan subordinat). Misalnya, ketidakadilan dalam upah untuk pekerjaan yang sama, kesempatan untuk memperoleh pekerjaan, partisipasi dalam lembaga politik/pemerintahan, akses terhadap sumber daya, kekerasan terhadap perempuan dan sebagainya.
Oleh karena itu, dalam upaya-upaya untuk melakukan pemberdayaan terhadap perempuan, perlu diperhatikan secara keseluruhan kondisi dan juga posisi perempuan. Pada umumnya digunakan dua konsep analitis untuk menjawab persoalan yang menyangkut kondisi dan posisi perempuan, yaitu analisis kebutuhan praktis adalah upaya meningkatkan kondisi perempuan dan strategis gender adalah yang berkaitan dengan upaya meningkatkan posisi perempuan (practical and strategic gender need).



B.1. Kebutuhan Praktis Gender

· Dipusatkan pada Perempuan
· Kebutuhan dasar yang langsung dibutuhkan, misalnya makanan, pakaian, kesehatan dan lain sebagainya.
· Muncul dari kondisi konkret.
· Berupaya memenuhi kebutuhan konkret/praktis.
· Memperhatikan pada keadaan kelompok khusus perempuan dan pembagian kerja menurut gender.
· Tidak membahas posisi subordinasi Perempuan
· Muncul dari peran produktif dan reproduktif perempuan dan semakin memperkuat peran tersebut
Misalnya: Perbaikan sarana air minum, kesehatan perempuan dan anak, program-program peningkatan kesejahteraan lainnya (income generating).
Walaupun kebutuhan tersebut diperlukan oleh seluruh anggota keluarga, tetapi karena kebutuhan-kebutuhan tersebut sering diidentifikasikan hanya sebagai kebutuhan perempuan saja, maka dianggap pemenuhan tersebut menjadi tanggung jawab perempuan saja.

B.2. Kebutuhan Strategis Gender
· Dipusatkan pada hubungan gender perempuan dan laki-laki.
· Menganjurkan perubahan jangka panjang dalam struktur dan sistem nilai
· Memperbaiki kedudukan/posisi kedudukan perempuan sebagai suatu kelompok dalam kaitannya dengan laki-laki
· Upaya pemberdayaan (Empowering)
· Untuk mengakhiri subordinasi perempuan.
1. Misalnya:- Menghapuskan pembagian kerja secara seksual.
- Perempuan dan laki-laki secara bersama membagi beban kerja domestik dan pemeliharaan anak.
- Penghapusan bentuk-bentuk diskriminasi yang telah diinstitusikan, seperti hak atas tanah atau kepemilikan.
- Mempunyai akses yang sama terhadap sumber daya yang ada.
- Kebebasan memilih dan melahirkan anak.
- Tindakan melawan kekerasan dan kekuasaan laki-laki terhadap perempuan.

C. Ketidakadilan Gender
Di dalam negara, masyarakat dan gereja di Indonesia dan Papua pada khususnya, issu gender dan pembangunan menjadi satu hal penting dan mendapat perhatian serius. Berkaitan dengan diskursus tersebut di atas di Indonesia kemudian persoalan perempuan lebih mendapat perhatian. Dalam upaya untuk melihat akar ketidakadilan tersebut dipakai suatu konsep yang dikenal dengan gender. Gender menjadi perhatian sekaligus pergumulan berbagai pihak karena adanya persoalan dan keprihatinan menyangkut relasi anatara perempuan dan laki-laki yang serba timpang. Analisis gender memberi perhatian terhadap asumsi-asumsi dasar yang turut serta mencipatakan ketimpangan relasi tersebut dan berupaya menunjukkan adanya konstruksi sosial yang membentuknya.

C.1. Konsep Gender
Pembahasan mengenai ketidakadilan terhadap perempuan tersebut seringkali digunakan dengan istilah gender. Tetapi pengertian tentang gender masih sering salah dimengerti, sehingga masih ada kebingungan dalam pemakaian konsep ini. Oleh karena itu disini perlu diperjelas mengenai apa yang dimaksudkan dengan konsep gender.
Gender adalah satu kategori analitis yang muncul dalam diskursus feminis kira-kira 30 tahun yang lalu. Pada dasarnya konsep gender terfokuskan pada akar ketidakadilan dan diskriminasi terhadap perempuan yang didasarkan pada jenis kelamin mereka.
Gender sebagaimana dituturkan oleh Oakley (1972) dalam Sex, Gender and Society berarti perbedaan yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan. Perbedaan biologis yakni perbedaan jenis kelamin (sex) adalah Kodrat Tuhan dan oleh karenanya secara permanen berbeda. Sedangkan gender adalah perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial, yakni perbedaan yang bukan kodrat atau bukan ketentuan Tuhan melainkan diciptakan oleh manusia (laki-laki dan perempuan) melalui proses sosial dan kultural yang panjang, berubah dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat bahkan dari kelas ke kelas. Sedangkan jenis kelamin biologis (sex) akan tetap tidak berubah. Jadi secara biologis (kodrat) kaumm perempuan dengan organ reproduksinya bisa hamil, melahirkan dan menyusui dan kemudian mempunyai peran gender sebagai perawat, pengasuh, dan pendidik anak. Dan sebenarnya tidak ada masalah terhadap tenaga kerja perempuan karena manusia semua diperbolehkan untuk bekerja. Sedangkan yang perlu digugat adalah struktur “ketidakadilan” yang ditimbulkan di pelbagai manifestasi ketidakadilan seperti;
1.Marginalisasi (pemiskinan ekonomi) terhadap kaum perempuan.
(Misalnya: Karena Petani itu identik dengan laki-laki)
2.Subordinasi pada satu jenis kelamin, umumnya pada kaum perempuan.
(Misalnya: Perempuan tidak usah sekolah tinggi-tinggi toh akhirnya akan ke dapur)
3.Pelabelan negatif (stereotipe)
(Misalnya: Laki-laki sebagai pencari nafkah maka setiap pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dinilai hanya sebagai tambahan sehingga dianggap rendah).
4.Kekerasan (Violence)
(Misalnya: Pemukulan dan pemerkosaan terhadap perempuan)
5.Beban kerja lebih panjang atau lebih banyak
(Misalnya: Peran ganda Perempuan di sektor Publik dan domestik)
6.Sosialisasi ideologi dalam berbagai kesempatan
(Misalnya: Ide-ide)

C.2. Setiap Manusia Harus Bekerja
Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang bekerja. Bekerja tidak dibatasi jenis kelamin. Sistem tubuh manusia terdiri dari banyak bagian yang harus senantiasa digerakkan dan dilatih. Dengan bekerja, tubuh manusia memperoleh kesehatan tertentu. Kedua manusia tidak hanya terdiri dari tubuh saja, melainkan juga jiwa. Jiwa ini membutuhkan kepuasan batin yang juga diperoleh dari suatu pekerjaan tubuhnya. Melalui bekerja manusia dapat menyalurkan dan mendapatkan hasratnya demi kepuasan jiwanya. Ketiga Allah juga memerintahkan manusia untuk bekerja pada permulaan ciptaan manusia haruslah mengusahakan dan memelihara. Keempat manusia membutuhkan makan. Makannya tidak tersedia untuk secara otomatis tetapi harus diperoleh melalui kerja agar mendapat uang untuk memperoleh makanan dengan usahanya sendiri. Bila tidak bekerja maka dia akan menjadi beban bagi orang lain. Seperti disebut dalam surat II Tesalonika 3:10b, “Orang yang tidak mau bekerja, tidak boleh makan”. Ungkapan inilah yang patut menjadi kaidah emas kerja orang Kristen.
Dari pemaparan empat hal tersebut di atas menyiratkan aspek ekonomi. Manusia harus bekerja karena kebutuhan/desakan ekonomi. Inti dari hal-hal di atas adalah bahwa kaum Perempuan juga memiliki kodrat untuk bekerja. Jadi bekerja tidaklah dibatasi/diperuntukkan hanya kamu laki-laki saja. Kaum perempuan adalah bagian dari keluarga dimana mereka harus ikut bertanggung jawab atas kebutuhan keluarganya. Kaum perempuan harus menopang rumah tangganya dan kehidupan pribadi dengan segenap kemampuannya. Dari pandangan tradisional (adat) menganggap perempuan merupakan kaum lemah yang pada dasarnya mereka hanya mampu bekerja di dalam rumah untuk mengurus keluarga. Jadi supaya mereka mampu bekerja di luar daripada tugas komersilnya sebagai perempuan. Mereka (Perempuan) harus mampu merombak pandangan masyarakat tersebut. Untuk bekerja dan menghasilkan secara ekonomis mereka pun harus mampu meyakinkan lingkungannya bahwa disamping juga mampu menghasilkan uang dengan bekerja layaknya Laki-laki.


Ditulis : Oleh Methi Ronsumbre
Afiliasi dalam Solidaritas Mahasiswa Peduli Papua - Salatiga
Jabatan : Ketua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar kawan-kawan sangat diperlukan untuk perubahan organisasi kami...